Dan Senin 30 Desember kemarin ia dijatuhi hukuman tiga tahun. Jumlah denda yang harus ia bayar rupanya sama dengan anggaran negara yang telah digunakan untuk riset itu.
Yang menarik, salah satu kesalahan dokter He adalah: telah menggunakan riset universitas untuk popularitas pribadi.
Rupanya di situlah inti masalahnya. Harusnya biarlah instansi resmi Tiongkok yang mengumumkan.
Harusnya dokter He tetap saja diam dulu. Sampai penelitian lebih lanjut dilakukan. Misalnya apakah benar-bemar Lulu dan Nana kebal penyakit HIV.
Kalau saja penelitian dokter He itu benar-benar berhasil, mungkin saja editing gen bisa melebar ke penyakit lain. Misalnya diabetes.
Betapa ratusan juta orang tersiksa oleh penyakit diabetes. Yang sangat sulit disembuhkan itu.
Mereka menderita diabetes hanya karena salah satu orang tua mereka menderita gula darah.
Orang seperti Jaya Suprana –yang kaya raya– sampai tidak mau punya anak. Hanya karena ia tidak ingin anaknya mewarisi diabetesnya –di samping mewarisi kekayaan dari pabrik jamu Jagonya.
Penderita diabetes pasti menunggu keberhasilan riset itu.
Lalu bisa meluas lagi ke penyakit-penyakit lain. Sehingga, kelak, setiap bayi yang lahir sudah dibuat kebal penyakit apa pun.
Sementara ini sang peneliti harus ‘menderita’ dulu.
Dua staf dokter He juga dijatuhi hukuman. Yang satu dua tahun tidak boleh menjalankan pekerjaan kedokteran. Dan satunya lagi diberi hukuman percobaan. Masing-masing juga harus membayar denda –meski tidak sebesar denda untuk dokter He.
Selebihnya tidak bisa banyak diketahui. Media Tiongkok sangat ketat dalam melakukan editing berita.
Saya juga tidak berhasil mencari tahu bagaimana kehidupan Lulu dan Nana. Apakah tetap diperbolehkan hidup atau tidak.
Pun kalau boleh hidup di manakah mereka dibesarkan.
Sampai suatu saat kelak kita dibuat kaget lagi: dokter He berhasil pula melakukan editing gen untuk penyakit diabetes.
Sekitar 10 tahun lagi.
Siapa tahu.
Saat itu nanti umur dokter He masih 45 tahun.