NGAMPRAH-Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang hanya mencapai 56 persen, menajdi salah satu penyebab tidak tercapainya target pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Bandung Barat (KBB) tahun 2019. Pasalnya, dari target yang dicanangkan sebesar Rp 450 miliar, hanya terpenuhi Rp 377 miliar atau desifit sekitar Rp 73 miliar. “Ada beberapa pajak memenui target dan yang tidak memenuhi target. Tetapi, yang paling besar menyebabkan defisit sampai Rp 73 miliar yaitu dari PBB hanya 56 persen. Nah, 56 persen itu kalau secara nominal itu sekitar Rp 90 miliaran lebih,” kata Sekretaris Daerah (Sekda) KBB, Asep Sodikin, belum lama ini.
Menurunnya pendapatan daerah dari sektor PBB, lanjut dia, disinyalir karena adanya kebijakan penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Sehingga masyarakat kaget dan belum siap dengan nominal kenaikan PBB. “Meski PBB menjadi penyumbang defisit paling besar dari sepuluh jenis sektor pajak derah, namun secara nominal ada kenaikan jumlah PBB dibandingkan pada 2018 yang masih memakai NJOP lama,” katanya.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) KBB, Agustina Piryanti mengungkapkan capaian nilai realisasi PBB ini diakibatkan beberapa faktor. Mulai dari NJOP serta kepatuhan dan kesadaran masyarakat dalam menunaikan kewajiban untuk membayar PBB.
Sebelumnya, Anggota DPRD KBB, Iwan Setiawan meminta jajaran BPKAD untuk mengoptimalkan sisa waktu dalam menarik PBB. Hal itu perlu dilakukan agar target PAD 2019 dapat tercapai sesuai target. “Kami meminta agar capaian PBB bisa terealisasi lebih optimal, sehingga PAD bisa tercapai dengan baik. Sesuai Perbup Nomor 19 Tahun 2019 soal petunjuk pelaksanaan pemungutan PBB, memberikan ruang waktu penarikan PBB paling telat jatuh tempo pada 20 Desember 2019 bagi masyarakat yang mengajukan keberatan kepada pemerintah daerah,” terangnya.(sep)