Selepas pemilu pasti meninggalkan kekecewaan kepada rakyat, karena harapan dan janji dari calon pemimpin setelah terpilih menjadi penguasa banyak yang tidak dipenuhi dan diabaikan. Mereka hanya memikirkan untung dan rugi dalam setiap kampanye sebelum pemilihan.
Tidak terkecuali pada Pemilu 2019 ini. Kekisruhan terjadi pada keterlambatan logistik, kotak suara rusak, surat suara kurang bahkan ada yang tercoblos sebelum waktunya.
Sekitar 500 lebih panitia KPPS yang meninggal dunia akibat kelelahan, karena beratnya tugas menyelenggarakan dan mengawasi jalannya pemilu, membuat para petugas KPPS kehilangan tenaga karena selama bekarja lebih dari 24 jam, tidak mempunyai waktu istrirahat khusus dan terjadwal, jeda sebentar kalau mau solat.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof. Dr. dr. Arif Fahrial Syam telah menjelaskan kelelahan terjadi karena fisik dan mental seseorang dipaksa untuk bekerja secara terus menerus tanpa istirahat yang cukup. Selain itu, kondisi lingkungan kerja yang tidak sehat, seperti bising, suhu ruangan yang panas, serta asap rokok di dalam ruangan juga turut memperburuk kelelahan tersebut.
” Tubuh kita ini ada batasnya. Diibaratkan sebagai mesin mobil, tubuh manusia pun perlu istirahat. Jika terus dipaksa untuk beraktivutas, maka tubuh kita akan mengalami kelelahan. Dampak kelelahan ini adalah gangguan keaehatan secara umum, kambuhnya berbagai penyakit kronis dan menurunnya daya tahan tubuh seseorang. Kelelahan serta stress yang tinngi juga akan sangat mengganggu proses metabolisme dan horminal di dalam tubuh kita “, papar Ari dalam tulisannya sebagaimana kumparanSAINS kitip atas seizin Ari, 25 April 2019.
Kekisruhan pada pemilu 2019 ini membuktikan bahwa rakyat tidak bisa berharap kepada sistem demokrasi. Sudah terlihat kebobrokannya. Rakyat tidak bisa berharap bahwa pemilu benar-benar menjadi sarana untuk melakukan perubahan (sekalipun hanya merubah razim). Karena pemilihan dalam sistem demokrasi hanya akan melanggengkan penjajahan sistemisnya dalam segala aspek (politik, ekomomi, sosial dan budaya).
Dalam setiap pemilihan seorang pemimpin pasti melibatkan rakyat untuk memilih pemimpin yang bisa meriayah rakyatnya. Begitu juga pemilihan dalam kepemimpinan Islam yang di sebut Khilafah. Negara Khilafah adalah negara Khalifah itu sendiri. Karena itu kekuasaan di negara Khilafah berbeda dengan kekuasaan dalam negara-negara lain. Maka negara Khilafah tidak mengenal pembagian kekuasaan (sparating of power) sebagaimana yang diperkenalkan oleh Monslesque dalam sistem negara demokrasi. Meski demikian kekuasaan dalam sistem pemerintah Islam tetap ditangan rakyat. Bahkan seorang Khalifah yang berkuasa dalam negara Khilafah tidak akan bisa berkuasa jika tidak mendapatkan mandat dari rakyat.