Oleh: Dahlan Iskan
Sehari kemarin saya sibuk menghubungi mahasiswa yang lagi kuliah di Wuhan. Atau yang di kota-kita lain sekitar Wuhan –di Provinsi Hubei.
Tentu saya ingin tahu keadaan mereka. Di saat virus Wuhan lagi mewabah. Yang sampai kemarin sudah membuat lebih 1.200 orang terjangkit –52 di antaranya meninggal dunia.
Banyak di antara mahasiswa itu yang berangkat lewat yayasan kami, ITCC. Misalnya Zakia Ayu Alvita Abidin Putri, asal pulau Nunukan, Kalimantan Utara.
Zakia sebenarnya tidak kuliah di Wuhan. Tapi di Kota Huashi. Masih di Provinsi Hubei yang ibukotanya Wuhan. Kota Huashi sekitar 100 Km di selatan Wuhan. Sudah dekat dengan Provinsi Jiangxi, yang ibu kotanya Nanchang.
Di Huashi Zakia ambil prodi kedokteran. Kini sudah semester delapan.
“Orang tua saya minta agar saya pulang,” ujar Zakia.
Orang tuanyi di Nunukan seorang pegawai negeri. Bapak-ibunyi terus mengikuti perkembangan virus Wuhan yang mengerikan itu. Dan anak mereka lagi di pusat virus itu.
“Tapi saya tidak mungkin pulang. Bahkan keluar dari Kota Wuhan ini saja tidak mungkin. Kota ini di-lock,” ujar Zakia.
Kampus Zakia kan di Huashi, kenapa dia di Wuhan?
Ini kan hari libur panjang. Tahun baru Imlek. Zakia ingin ke Beijing. Dia belum pernah tahu ibu kota Tiongkok itu.
Di Beijing Zakia liburan selama lima hari, sampai tanggal 17 Desember. Dari Beijing Zakia ke Wuhan. Ada teman lain lagi yang ingin dia kunjungi.
Itulah temannya dari Surabaya. Yang lagi kuliah di Wuhan. Nama mereka: Fitrak dan Faiz. Dari Unesa Surabaya.
Dan lagi untuk pulang ke Huashi dia memang harus lewat Wuhan.
Ibu kota Hubei itu memang pusat transportasi di Tiongkok Tengah. Ke mana pun harus melewati Wuhan.
Di Wuhan Zakia tinggal di asrama mahasiswa kenalannya yang asal Surabaya itu. Mereka sesama aktivis mahasiswa asal Indonesia. Zakia memang sudah sering ke Wuhan. Untuk rapat-rapat organisasi mahasiswa Indonesia Tiongkok.
Ketika sudah lima hari di Wuhan tiba-tiba kota itu diisolasi. Yang sudah di Wuhan tidak lagi bisa ke mana-mana.