Untuk Menjaga Kualitas Air
KARAWANG-Direktur Utama Perum Jasa Tirta (PJT) 2, U. Saepudin Noer menyebutkan tak kurang dari 50 ton eceng gondok harus dibersihkan di Bendungan Jatiluhur dan Bendung Walahar.
“Kalau di (Bendungan) Jatiluhur sendiri itu sekitar 30 ton (eceng gondok) yang harus diangkut setiap tahunnya. Sedangkan di Walahar ini sekitar 20 ton eceng gondok,” ungkap Saepudin saat mengecek pembersihan eceng gondok di Bendung Walahar, Rabu (29/1).
Menurutnya, pembersihan dan pemeliharaan bendungan dari sampah dan eceng gondok itu dilakukan setiap tahun, saat memasuki musim penghujan.
“Karena sampah dan eceng gondok bisa menghambat saluran air dan merusak pintu air bendungan ketika menyumbat,” katanya.
Tugas dari PJT 2 saat ini, lanjut Saepudin, adalah menjaga kualitas air tetap, suplai air untuk kebutuhan ibu kota tercukupi dan menjaga jumlah air ke pesawahan di Karawang tidak berlebih.
“Karena berlebih dan musim penghujan, pesawahan bisa banjir. Jadi kami harus menjaga volume debit air yang digelontorkan ke pesawahan di Karawang,” terangnya.
Sementara itu Ketua Badan Permusyawaratan Desa Walahar, Sihabudin mengatakan dalam pembersihan Bendung Walahar diharapkan PJT 2 kembali mengaktifkan sistem pembedahan air dengan membuka pintu-pintu bendung.
Sebelum Tahun 2003, Sihabudin menyebutkan setiap tanggal 9 September atau sebelum memasuki musim penghujan, pintu Bendung Walahar selalu dibuka untuk melakukan pembersihan sampah dan sedimentasi.
“Dalam pembukaan pintu-pintu air itu memang menjadi ritual masyarakat Walahar sejak dahulu. Kami melakukan hajat bumi, lalu pintu air dibuka sampai kering atau dikuras,” katanya.
Masyarakat pun secara gotongroyong, membersihkan lumpur-lumpur sisa kurasan bendung. Selama pengurasan, masyarakat Karawang dari Bendung Walahar hingga muara mengalami pesta panen ikan dari Sungai Citarum.
“Sepanjang Sungai Citarum, dari Walahar hingga muara itu, masyarakat berkumpul dan panen ikan saat itu. Kami berharap itu bisa aktifkan kembali dan menjadi potensi wisata masyarakat serta menjadi kearifan lokal masyarakat bantara sungai untuk menghargai Citarum,” paparnya. (aef/ded)