Budidaya Tanam Sayuran dengan Memanfaatkan Air
Ada beragam cara untuk manfaatkan lahan kosong rumah untuk menghasilkan pundi-pundi rupiah. Salah satunya, dengan bercocok tanam dengan hidroponik.
———————–
Inilah yang dilakukan Edi Soetama 6 bulan terakhir saat menjalankan usaha hidroponik di rumahnya yang berada di Desa Bojong Jaya RT06/RW02 Kecamatan Pusakajaya, Subang. Bahkan, beberapa kali terakhir, Kebun hidroponik miliknya juga sempat dikunjungi anak PAUD/TK/RA untuk jadi sarana edukasi.
Pada Pasundan Ekspres, Edi mengatakan, usaha ini dijalaninya termotivasi dengan memanfaatkan lahan di pekarangan rumah serta ilmu yang didapat saat sekolah dulu. “Tapi sebetulnya saya jurusan otomotif, bukan pertanian. Yang pertanian istri. Tapi kita bangun bersama. Alhamdulillah jalan,” ucap Edi.
Edi menyebut, dengan tanam hidroponik yang notabene masih jarang, tentu dari segi sarana dan prasarana serta tanaman yang dihasilkan memiliki harga yang cukup tinggi dibanding tanam dengan sistem biasa. “Hidroponik kan budidaya menanam dengan memanfaatkan air tanpa menggunakan tanah, tapi bisa tumbuh karena pakai nutrisi. Tentunya dengan memperhatikan aspek-aspek lain seperti pH dan lainnya,” jelas Edi.
Dalam kebun hidroponik yang dinamai Fiona Farm ini, Edi menjalankan tanam hidroponik dengan beberapa sistem yakni sistem rakit apung, NFT (Nutrient Film Techniqu) serta DFT (Drip Flow Technique).
Edi juga menyebut, ada beberapa sayuran yang ditanam seperti kangkung, bayam, pakcoy, selada. Omzet ketika juga kata Edi cukup menjanjikan di setiap masa panennya.
“Omzet tergantung apa yang ditanam. Umpamanya, panen kangkung dalam 1 tandom rakit apung ukuran 5×1 meter dengan isi 240 lubang bisa dapat Rp100 ribu. Lalu, selada / pakcoy dalam 1 tandom pernah mendapat Rp300 ribuan,” jelasnya.
Bahkan, jika dalam 1 kali panen bersamaan 4 tandom bisa mendapat hingga Rp800 ribu sampai RP1 juta setiap kali panen. Untuk harga sayuran sendiri, Edi mengakui, harga untuk sayuran dengan tanam hidroponik lebih tinggi dibanding dengan tanam biasa. Faktor produksi seperti nutrisi juga menjadi salah satu alasan.
“Kita sulit kalau jual kangung per ikat, seperti di warung sayur misalnya. Jadi, selama ini sistemnya perkilogram sayuran,” bebernya.