Pin Nadiem

0 Komentar

Selama dua semester mereka harus bekerja di suatu perusahaan/lembaga. Atau harus magang di perusahaan/lembaga. Atau membantu menjadi tenaga riset para guru besar dan mahasiswa S3.

Atau merintis dan menjalani bisnis sendiri. Bagi mahasiswa yang selama ini sudah merangkap berbisnis kecil-kecilan tentu tidak ada alasan lagi bisnisnya tidak berkembang –dengan alasan sibuk kuliah.

Sering sekali saya diundang ke kampus untuk memberi kuliah umum tentang bisnis. Saya selalu kaget –kaget yang saya selalukan– melihat begitu banyak mahasiswa yang sudah mulai berbisnis. Banyak juga yang sulit berkembang dengan alasan itu tadi –sibuk kuliah.

Dengan kebijakan baru ini tentu kehidupan di kampus akan berubah total.

Sepertiga pengunjung kantin akan hilang. Tempat kos lebih sepi. Tempat parkir motor bisa sedikit lebih longgar.

Tapi bukan itu yang penting. Mahasiswa menjadi tidak lagi hanya berorientasi pada buku. Atau teori. Ketika lulus S1 mereka juga sudah pernah belajar di kehidupan nyata.

Maka kampus-kampus kini sangat sibuk untuk merumuskan detil kebijakan itu. Terutama dalam mengatur kembali dosennya.

Misalnya soal tiga semester itu. Baru dua semester yang disebut harus bekerja di luar kampus. Yang satu semester lagi belum dijelaskan untuk apa.

Demikian juga kegiatan di luar kampus itu ternyata belum sepenuhnya boleh merdeka. Masih harus mendapat persetujuan universitas –bahkan persetujuan Kemendikbud.

Kemendikbud pun masih akan sangat sibuk. Termasuk menilai kembali banyak kebijakan lama. Misalnya apakah penentuan rasio jumlah dosen-mahasiswa yang ada sekarang masih relevan.

Begitu banyak detil yang harus dibahas di kampus. Misalnya pada semester berapa mahasiswa boleh ‘kuliah’ di luar kampus. Di awal? Pertengahan? Akhir?

Lalu berapa SKS yang mereka peroleh selama ‘kuliah’ di luar kampus itu. Lalu bagaimana cara menilai mereka.

Tapi itu semua tidak akan sulit. Sudah banyak contoh di negara maju. Tinggal meniru mereka saja. Atau menyesuaikannya.

Yang sulit mungkin mencari ‘tempat kuliah’ itu. Di Indonesia perbandingan banyaknya mahasiswa dengan tempat usaha tidak sebagus di negara maju.

0 Komentar