Mahasiswa di Indonesia akan banyak yang mengalami kesulitan berebut tempat kerja atau magang. Tapi kesulitan itu baik juga –untuk menguji kegigihan mahasiswa dalam berjuang sejak muda.
Bagi mahasiswa ilmu sosial dan politik mungkin punya banyak tempat –kalau mereka diizinkan praktek menjadi tim sukses para calon kepala daerah. Atau tim sukses para calon anggota DPR. Atau menjadi asisten para anggota DPR/DPRD.
Bolehkah?
Atau mahasiswa bisa menjadi asisten di kantor-kantor pemerintah. Sambil mengisi kekurangan tenaga di situ akibat dihapuskannya pengangkatan tenaga honorer baru.
Yang juga akan menarik adalah mahasiswa di universitas keguruan. Seberapa banyak mahasiswa yang akan memilih tempat ‘kuliah’ di pedalaman Papua atau di kepulauan terpencil. Sambil mengatasi kekurangan guru di sana.
Soal ‘kuliah’ di luar kampus ini kelihatannya akan mendapat banyak dukungan.
“Topik ini bagian favorit saya,” ujar Nadiem. Lebih favorit dari dua topik lain yang lebih dulu ia kemukakan: pembukaan prodi dan akreditasi.
Penentangan hanya akan datang dari fakultas kedokteran. Tapi Nadiem sudah menjelaskan bahwa untuk mahasiswa kedokteran dikecualikan.
Tentu untuk mahasiswa kedokteran memang tidak cocok ada kemerdekaan seperti itu.
Yang akan ribut kelihatannya soal ‘merdeka akreditasi’. Ribut senang dan ribut mutu. Universitas tentu senang di soal kemerdekaan administrasinya.
Akreditasi tidak diharuskan. Soal mutu diserahkan ke pasar. Yang mau akreditasi silakan. Tapi yang melakukan akreditasi bukan lagi Kemendikbud. Tapi organisasi profesi dan atau asosiasi.
Misalnya fakultas ekonomi. Bisa minta akreditasi dari KADIN. Atau Apkindo. Atau ISEI –ikatan sarjana ekonomi Indonesia.
Yang jurusan akuntansi bisa minta akreditasi dari Ikatan Akuntan Indonesia. Bahkan satu fakultas bisa saja mendapat akreditasi dari banyak lembaga.
Misalnya lagi fakultas tehnik sipil. Bisa saja mendapat akreditasi dari Persatuan Insinyur Indonesia. Juga dari IAI –karena lulusan fakultas itu mampu menghitung satu konstruksi lengkap dengan perhitungan akuntansi break even point-nya.
Hanya saja lembaga mana saja yang diberi hak mengeluarkan akreditasi belum diatur. Atau biar lembaga itu sendiri yang menyiapkan diri untuk mampu memberikan akreditasi.