Sisi Lain Kehidupan Warga Caringin yang Mengais Rezeki dari Sampah
Jika sampah bagi sebagian orang dianggap sebagai sesuatu yang kotor dan menjijikan. Berbeda dengan Julaeha, seorang perempuan dua anak asal Kampung Caringin Parung-Subang. Julaeha berhasil menjadi pemulung yang sukses, bisa membangun dua buah rumah dan menyekolahkan 2 anaknya dari hasil sampah.
LAPORAN: INDRAWAN SETIADI, Subang
Rumahnya hanya berjarak sekitar 300 Meter dari TPA Panembong di Kampung Caringin RT 32/12 Kelurahan Parung-Subang. Julaeha bersama suaminya sudah menggantungkan hidup dari memulung sampah di sana sejak 10 tahun lalu.
Dia bercerita sejak pertama kali terjun sebagai pemulung dia harus meninggalkan anak pertamanya yang masih bayi, bahkan sejak subuh hari.
Memilih sampah yang bisa di jual, seperti botol plastik, kardus, bahkan potongan besi atau kaca, hingga akhirnya perlahan tapi pasti. Kini Julaeha menikmati hasil jerihnya dulu. Sekarang dia memiliki tempat penampungan yang mengepul hasil dari pemulung perorangan, tempatnya tidak jauh dari rumahnya.
“Saya menjalani usaha ini benar-benar dari nol. Dulu sejak subuh saya sudah mulung, harus meninggal anak yang masih bayi. Pokonya dari susah. Rumah saja belum punya, tapi alhamdulilah sekarang rumah sudah punya dua, tempat pengepulan juga ada, meski masih kecil-kecilan,” jelasnya.
Dia merasa bersyukur karena sampah yang semula dianggapnya menjijikan, namun membawa berkah bagi dia dan keluarganya. Menurutnya, tidak hanya dia seorang, 90 persen warga Caringin menggantungkan hidupnya pada TPA Panembong. Bahkan dengan adanya wacana penutupan TPA Panembong, warga di sana menurut Julaeha mulai merasa khawatir kehilangan mata pencahariannya.
Memang masuk akal kekhawatiran mereka. Bayangkan saja, Julaeha yang terbilang pengepul kecil-kecilan mengaku punya penghasilan dalam satu minggu Rp 2 juta. Dalam satu bulan berarti 8 juta, cukup fantastis untuk penghasilan seorang ibu rumah tangga.
“Iya wacana itu bikin khawatir. Soalnya memang kebanyakan masyarakat menggantungkan hidupnya di sini. Warga di sini jarang yang punya sawah. Ada juga kebun ya milik orang lain. Mau kerja di pabrik udah tua begini pesimis buat diterima kerja,” tambahnya.