SUBANG-Manager Pendidikan dan Kaderisasi Walhi Jawa Barat, Haerudin Inas mengatakan, PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah) atau teknologi incinerator bukan solusi mengatasi timbulan sampah di Kabupaten Subang.
Teknologi incinerator, kata dia, mungkin terdengar sangat menarik karena dapat cepat mengatasi masalah sampah, termasuk sangat menarik perhatian bagi pengusaha atau investor.
“Itu berlaku bagi yang belum memahami karakteristik sampah Indonesia dan bahaya akan penggunaan teknologi incenerator (alat pembakar sampah),” jelasnya kepada Pasundan Ekspres.
Dia mengatakan, teknologi incenerator (alat pembakar sampah) merupakan upaya pemerintah yang didorong oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sejak tahun 2016, justru lebih banyak menimbulkan pencemaran lingkungan dan berbahaya dari pada bermanfaat menghasilkan listrik dan akan merusak sistem tata kelola sampah yang diamanatkan regulasi persampahan.
“Teknologi incenerator (alat pembakar sampah) tersebut bukan merupakan solusi sampah Indonesia yang memiliki karakteristik sampah berjenis basah yang tinggi dan jelas juga bukan solusi untuk mengatasi timbulan sampah di Kabupaten Subang,” jelasnya.
Dia mengatakan, catatan penting setelah pembakaran maka akan ada tersisa abu atau residu, artinya pola teknologi incenerator (alat pembakar sampah) ini belum termasuk ramah lingkungan. Abu atau residu sisa pembakaran mengandung zat pencemar yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan, belum lagi asap dari pembakaran dari proses incenerator yang itupun berbahaya bagi kesehatan seperti dioxin merupakan polutan yang jika terhirup oleh masyarakat luas.
Dalam jangka waktu yang lama atau cepat akan menimbulkan penyakit seperti kanker, parkinson, hingga cacat saat lahir. Dioxin dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan gangguan sistem kekebalan dalam tubuh, gangguan perkembangan sistem saraf dan gangguan sistem endokrin dan fungsi reproduksi.
“Jika merujuk dan konsisten terhadap undang undang pengelolaan sampah. Pembakaran sampah sudah dilarang secara eksplisit, kelompok aktivis lingkungan yang tergabung dalam Komunitas Tolak Bakar Sampah telah mengajukan judicial review (JR) atas Perpres No. 18 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Berbasis Sampah, ke Mahkamah Agung (MA),” ujarnya.
Dia menjelaskan, JR dikabulkan dan selanjutnya MA mencabut Perpres No. 18 Tahun 2016 karena kebijakan atas solusi dengan PLTSa incenerator dan strategi pengelolaannya, alasan JR karena Perpres No. 18 Tahun 2016 dianggap bertentangan dengan Undang-undang No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah di Indonesia dan termasuk melanggar Undang-Undang No. 19 Tahun 2009 Tentang Pengesahan Konvensi Stockholm tentang bahan pencemar organik yang persisten (Stockholm Convention on Persistent Organic Pollutants).