Setiba di Tokyo mereka dikejutkan pemberitahuan: tiketnya ke Amerika tidak bisa dipakai. Itu karena mereka penumpang Westerdam.
Mereka pun tertahan di bandara Tokyo. Dengan pengawasan khusus. Setelah ada kabar baru dari Malaysia barulah mereka boleh meneruskan perjalanan ke Dallas.
Ups… Tidak bisa.
Tiket pesawatnya sudah hangus. Pesawat aslinya sudah lama meninggalkan Tokyo.
Mereka harus cari pesawat lain. Itu berarti harus membeli tiket baru. Menurut USA Today, suami-isteri itu harus keluar uang sendiri. Sekitar Rp 70 juta.
Suami-isteri ini ikut menyalahkan Malaysia.
Demikian juga ratusan penumpang yang pilih carter pesawat besar jarak jauh.
Dari Phnom Penh mereka ingin ke Amsterdam dulu sama-sama. Dari Amsterdam baru cari pesawat sendiri-sendiri ke tujuan masing-masing.
Manajemen Westerdam-lah yang mengusahakan pesawat carteran itu: Turkish Airlines.
Westerdam juga menyertakan empat orang petugas. Untuk ikut di dalam pesawat carteran itu. Mereka ditugaskan membantu orang-orang tua di rombongan itu. Yang baru 17 hari terkatung-katung di atas laut.
Pesawat pun diberangkatkan dari Phnom Penh. Dari 268 penumpang, yang 250 orang warga Amerika dan Kanada.
Ketika pesawat carteran itu sampai di atas udara Iran datanglah halilintar: Turki menolak didarati pesawat itu. Alasannya: karena berisi penumpang eks kapal pesiar Westerdam –yang terjangkit virus Corona.
Rupanya berita baru dari Malaysia belum cukup tersiar luas. Atau, berita pertamanya telanjur begitu meyakinkannya.
Begitu ditolak mendarat di Istanbul ke mana akan terbang?
Pesawat itu tidak mungkin langsung ke Amsterdam. Bahan bakarnya tidak cukup.
Pilot pesawat itu pun membelokkan arah. Balik kembali ke timur. Sambil sang pilot mencari akal: akan mendarat di mana dan dengan alasan apa.
Sang pilot lantas mengontak bandara Karachi, Pakistan. Minta izin untuk bisa turun darurat di kota terbesar di Pakistan itu.
Alasannya: ada masalah teknik.
Pihak bandara pun mengizinkan.
Begitulah peraturan internasional.
Seperti Bandara Halim dulu. Yang juga mengizinkan pesawat Boeing 747 British Airways mendarat darurat. Tengah malam itu empat mesin pesawat jurusan London-Sydney itu mati semua. Yakni saat Gunung Galunggung meletus. Abunya terbang begitu tinggi masuk ke semua mesin pesawat itu.