Oleh :Jojo
(Mahasiswa Doktoral Ilmu Ekonomi Pertanian IPB)
Berita gula menarik diulas di tengah derasnya arus informasi Omnibus Law dan wabah virus Corona. Gula merupakan pangan strategis yang menjadi kebutuhan penting sehari-hari untuk konsumsi maupun industri. Ia termasuk satu dari sembilan bahan pokok masyarakat. Kebutuhan gula diprediksi terus meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk, peningkatan pendapatan masyarakat dan pertumbukan industri makanan dan minuman yang berbahan baku gula.
Awal tahun 2020, harga rata-rata gula pasir mengalami kenaikan hampir di seluruh wilayah di tanah air. Terlebih dua pekan terakhir. Sebuah harian nasional, 1 Maret 2020 lalu mewartakan keberadaan gula pasir di pasar Kota Medan dan sekitarnya kian langka.
Imbasnya harga terus naik menjadi Rp16.000 per kilogram (kg). Bila disandingkan dengan harga Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS), harga rata-rata per kg gula secara nasional pada Jumat (6/3) mencapai Rp15.650. Kemudian, menurut info pangan Jakarta harga gula mencapai Rp15.395 per kg. Padahal harga acuan gula di tingkat konsumen yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 7 tahun 2020 yakni Rp 12.500 per kg.
Permasalahan Gula
Masalah yang dihadapi industri gula nasional sebenarnya bukan temuan baru, yakni tingkat efisiensi rendah di pabrik gula, karena mesin sudah tua. Data Kemenperin (2018) mencatat 64 persen lebih pabrik gula pemerintah (BUMN) usia di atas 100 tahun.
Selain itu inefisiensi juga terjadi ditingkat usaha tani (budi daya). Permasalahan internal yang kompleks di tingkat on farm dan off farm ini, serta kebijakan pemerintah yang dinilai tidak efektif mendorong pertumbuhan industri gula. Sedangkan, faktor eksternal dianggap bisa memperburuk kondisi industri gula Indonesia yakni gejolak harga gula internasional yang tak menentu. Hal demikian kian memperparah kinerja gula nasional.
Kehadiran tiga pabrik gula baru di Blitar, OKU dan Bombana, belum menunjukan dampak hasil memuaskan. Pemerintah menyebut masing-masing pabrik memiliki kapasitas produksi 10.000 ton cane per day (TCD) dengan tingkat rendemen (kadar kandungan gula dalam tebu) 9-12%. Artinya, dari tiga pabrik tersebut rata-rata menghasilkan 3.000 ton gula per hari. Namun sampai saat ini kinerjanya belum bisa menyelamatkan pasar dari gempuran gula impor.