OLEH: Dewi Aulia Wandarianti
Mahasiswi Ilmu Politik UIN sunan Gunung Djati Bandung
Beberapa pemerintah daerah memutuskan menerapkan kebijakan untuk meliburkan siswa dan mulai menerapkan metode belajar dengan sistem online(daring) menyusul lonjakan kasus Covid-19 di tanah air yang semakin parah. Di Jakarta hal tersebut terhitung efektif sejak dimulai pada hari senin, 16 Maret 2020. Sayangnya, hal tersebut tidak berlaku bagi beberapa sekolah ditiap-tiap daerah. Sekolah-sekolah tersebut tidak siap dengan sistem pembelajaran online dengan media handphone atau laptop.
Fasilitas tak merata
Dilihat dari kejadian sekitar yang sedang terjadi, baik para siswa maupun orangtua siswa yang tidak memiliki Handphone untuk menunjang kegiatan belajar online ini merasa kebingungan, sehingga pihak sekolah pun ikut bingung untuk mengantisipasi hal tersebut. Lalu bagaimana caranya, agar mereka tetap mengikuti pembelajaran? Mereka melakukan pembelajaran dengan berkelompok, sehingga melakukan aktivitas nya pun secara bersama, belajar melalui VideoCall yang dihubungkan dengan guru yang bersangkutan, diberi pertanyaan satu persatu, hingga mengabsen melalui VoiceNote yang tersedia di Whatsapp. Materi-materi nya pun diberikan dalam bentuk video yang berdurasi kurang dari 2menit.
Permasalahan yang terjadi bukan hanya terdapat pada sistem media pembelajaran akan tetapi ketersediaan kuota guna memfasilitasi kebutuhan pembelajaran daring. Hal ini juga menjadi permasalahan yang sangat fital bagi para siswa, jam berapa mereka belajar dan bagaimana data(kuota) yang mereka miliki, apakah ada yang menanggung hal tersebut?, sedangkan orangtua nya yang berpenghasilan harian tidak bekerja karena kebijakan social distancing ini. Hingga akhirnya hal seperti ini dibebankan kepada orangtua yang ingin anak nya tetap mengikuti pembelajaran. Juga kepada pihak sekolah yang mengetahui kendala tersebut. Sehingga sekolah harus memberikan kebijakan atas kendala yang sedang dialami beberapa muridnya.
Salah kaprah belajar dirumah
Siahaan(2003) mengatakan bahwa pembelajaran online memiliki fungsi seperti suplemen(tambahan), komplemen(pelengkap), dan substitusi(pengganti). Dimana hal ini menjadi suplemen siswa agar dapat memilih apakah akan memanfaatkan materi pembelajaran online atau tidak, juga sebagai komplemen materi yang seharusnya didapatkan oleh para siswa, padahal metode pembelajaran ini diprogramkan untuk pemberian materi secara online kepada siswa, jadi ini sangat kontradiktif terhadap apa yang sekarang terjadi dilapangan. Dimana para pengajar hanya menggunakan tugas sebagai bahan absensi para siswa, sehingga hak siswa untuk mendapatkan materi pembelajaran tidak terpenuhi