Bercermin pada pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab yang pernah diuji Allah dengan dua musibah. Pertama, bencana kekeringan dan kelaparan yang terjadi di Madinah selama kurang lebih 9 bulan. Kedua, wabah tha’un amwas yang menyerang wilayah Syam, menelan korban hingga 30.000 orang.
Sekalipun ditimpa dua bencana besar, namun Khalifah Umar bin Khattab tidak kehilangan kendali. Beliau tetap menunjukkan karakternya sebagai seorang pemimpin yang bersegera menyelesaikan masalah rakyat yang menjadi tanggung jawabnya.
Kedua bencana tersebut dihadapi dengan solusi yang menyelesaikan. Bukan terletak pada sosok Khalifah Umar bin Khattab sebagai pribadi, namun disebabkan sistem aturan yang diterapkan oleh beliau, yakni sistem Islam, yang dilaksanakan secara sempurna mengikuti Rasulullah saw.
Solusi pertama, yaitu memadukan antara akidah dan syariah. Musibah itu disikapi dengan penuh keimanan dan qanaah dalam menerimanya. Betapa lemahnya manusia dan Maha Kuasa nya Allah Swt. untuk meruntuhkan kesombongan manusia.
Kedua, adanya sinergi antara negara sebagai pelaksana hukum syariat yang dipimpin oleh pemimpin yang berkarakter mulia, dengan masyarakat yang melakukan amar makruf nahi mungkar, dan ditopang oleh ketakwaan individu rakyat.
Negara hadir sebagai penanggung jawab urusan umat. Negara senantiasa ada dan terdepan dalam setiap keadaan.
Seperti yang dicontohkan Khalifah Umar bin Khattab sewaktu menghadapi bencana kekeringan dan kelaparan. Beliau mengirimkan bantuan logistik ke Madinah. Beliau rela meninggalkan kebiasaan menikmati susu, minyak samin dan daging, beralih pada makanan yang sangat sederhana, dan menyeru pada keluarga serta rakyatnya supaya tidak hidup berfoya-foya. Hingga dalam suatu riwayat disebutkan bahwa kulit Umar menjadi menghitam karena hanya makan roti kering saja.
Dalam bencana tha’un amwas, Umar melakukan apa yang pernah disabdakan Rasulullah saw., “Jika kalian mendengar wabah di suatu wilayah, janganlah kalian memasukinya. Jika terjadi wabah di tempat kalian berada, janganlah keluar darinya.” (HR. al-Bukhari)
Inilah yang disebut karantina atau lockdown. Selama lockdown, negara menanggung kebutuhan dasar rakyatnya, termasuk hewan ternak milik rakyat.
Demikianlah, dalam sistem Islam, negara harus mengurusi urusan rakyatnya dengan serius. Keselamatan dan keamanan jiwa rakyat nomor satu.