DENGAN tergesa-gesa Kang Maman berangkat ke pengajian. Ia pun meminta sopir setianya, Mang Tata, untuk memacu kendaraannya dengan standar F1. Ia selalu bilang bahwa jihad seorang kiai fi sabilillâh (di jalan Allah), sedang jihad sopir kiai fi sabili asfal (di jalan aspal).
Dari cerita Mang Tata dan para sopir kiai yang lain, sering terjadi keanehan saat membawa para kiainya. Karena nguber
setoran… eh pengajian, mau tak mau para sawwaq (para sopir) menjalankan mobil dengan kecepatan tinggi.
Tapi, anehnya, para kiai terlihat tenang. Mungkin ada yang khusyu berdzikir, ada yang keras berpikir, ada juga terlelap ngadahdir (bahasa Sunda: ngiler).
Sampailah di suatu tempat pengajian yang sangat sederhana. Tidak ada penyambutan seperti biasanya. Semua kelihatan
tidak peduli dengan kehadiran sang mubaligh. Dengan agak kesal, kang Maman duduk di bagian belakang.
Setelah lama menunggu, ia menyuruh Mang Tata untuk menanyakan siapa kiai yang akan mengisi ceramah di tempat tersebut. “Ini mah bukan mau pengajian, tapi menunggu jenazah yang meninggal di kota, yang ada tablegh mah (dialek orang Tasik) di kampung sebelah,” jawab salah seorang sesepuh.
TIPS 2: KEJELASAN
• Dukung pembicaraan dengan data yang akurat, lengkap dan aktual.
• Lengkapi kejelasan informasi yang diperlukan. Seperti tempat, audiens, tingkat pendidikan, pekerjaan dan sebagainya.
• Dari seratus informasi, sampaikan satu informasi yang sangat perlu. Kafa bil-mar’i kådzíban ‘an yagala jami’am ma sami’a (cukuplah dikatakan pembohong jika seseorang mengatakan semua yang ia de ngarkan. (Hadis)
IBRAH
Karena kurang informasi, seorang dukun dengan yakin menjawab bahwa tamunya, seorang mahasiswa yang sedang bimbingan skripsi, akan menjadi dokter yang hebat.
Keluar dari rumah sang dukun, dengan cemberut, karena telah mengorbankan waktu dan biaya, si mahasiswa berkata kepada temannya, “Du kamu payah! Masak, gua kuliah di Fakultas
Teknik ITB mau jadi dokter?!”