Oleh:
Risnani, SMAN 1 Torjun
Drs.Priyono,MSi(Dosen dan Wakil Dekan Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta)
Dalam peringatan hari guru tahun 2019 Kemendikbud melontarkan gagasan tentang merdeka belajar. Namun yang perlu dipahami adalah apa makna dan implementasinya? Merdeka belajar mempunyai makna memberikan kesempatan belajar secara nyaman, tenang, santai, dan bebas berdasarkan bakat yang dimiliki siswa. Guru atau sekolah tidak boleh memaksa siswa belajar diluar kemampuannya. Pembelajaran disesuaikan dengan bakat, minat serta karakter siswa. Untuk itu menurut Sukmanita (2015) seorang guru harus memiliki pengetahuan dan kemampuan memahami segala sifat, kemapuan dan kondisi para siswa.
Jika dalam pembelajaran bisa menciptakan merdeka belajar, maka hal ini akan terbentuk dan bisa memunculkan potensi anak. Bila kemerdekaan belajar terpenuhi maka akan tercipta pembelajaran yang merdeka dan sekolahnya disebut sekolah yang merdeka atau sekolah yang membebaskan (Hebert, 2019).
Apa yang selama ini menjadi himbauan pemerintah dirasa sangat baik untuk diterapkan pada siswa, karena dengan merdeka belajar bisa memanusiakan manusia. Siswa merasa dihargai dan nyaman dalam belajar tanpa tekanan. Kemauan untuk kembali belajar di sekolah menjadi meningkat, karena siswa merasa sekolah menjadi tempat yang tepat untuk menggali potensinya.
Namun, banyak terdapat kasus hampir semua mata pelajaran memberikan tugas yang banyak kepada siswa, tanpa mengetahui batas kemampuannya. Bayangkan jika dalam 1 hari ada 4 pelajaran, maka tugas yang harus diselesaikan ada 4 tugas dengan waktu yang hampir bersaaman. Mengeluh? ya, beberapa siswa banyak mengeluh terhadap tugas yang diberikan guru.
Di tengah gencarnya kebijakan merdeka belajar era Menteri Nadiem Makarim, kita digegerkan dengan wabah Covid-19. Kebijakan yang diberlakukan adalah belajar di rumah. Pada tanggal 12 Maret 2020 Kemendikbud menerbitkan surat edaran terkait pencegahan dan penanganan Covid-19. Siswa dan guru diliburkan untuk mencegah penyebaran Covid 19.Pembelajaran tetap dilaksanakan melalui jarak jauh atau daring, yang tentu akan memiliki dampak terhadap kinerja guru dan siswa.
Kendala pembelajaran berdasar distribusi spasial
Bagaimana dengan teknis pelaksanakan pembelajaran ini? Tentunya tidak lepas dari pembelajaran/ berkomunikasi menggunakan smartphone dan aplikasi yang lain. Hal ini dilakukan untuk menyampaikan materi dan tugas kepada siswa. Untuk sekolah di kota atau yang sudah terbiasa tidak ada masalah karena pembelajaran bisa dikondisikan dengan baik. Siswa dan guru sama-sama siap untuk metode pembelajarn seperti ini. Namun bagaimana dengan sekolah pinggiran seperti SMAN 1 Torjun? Akankah siswa mengeluh lagi? atau apakah siswa belajar dengan nyaman seperti yang digencarkan oleh Mas Menteri? Apakah merdeka belajar dengan belajar di rumah bisa diterapkan?