Oleh: Tri Cahyo Utomo
Tak bisa dipungkiri bahwa covid-19 mampu mengubah pola dan aspek kehidupan, sehinggahWHO (World Health Organization) menetapkan bahwa virus corona (covid-19) sebagai pandemi, di karenakan covid-19 wabah virus yang berjangkit serempak di mana-mana, meliputi daerah geografis yang luas, melanda dunia sekarang ini, membuat beberapa negara menerapkan sistem lockdown, salah satunya menghentikan atau penundaan penerbangan domestik dan internasional, sebagai memutus rantai penyebaran covid-19 yang meluas.
Dampak covid-19 juga dirasakan indonesia, sebagaimana pemerintah mulai menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), dampak dari psbb tersebut membuat sistem pendidikan dirubah menjadi sekolah daring, banyak pekerja di PHK, pertumbuhan ekonomi kian berat, kriminal meningkat dan tempat peribadahan ditutup karna mengundang keramaian.Seperti saya sendiri mendapat surat edaran, yang berisi, kuliah di rumah atau disebut kuliah daring. Dengan adanya kuliah daring ini malah membuat sejumlah mahasiswa depresi, dikarenakan tugas yang diberikan tak henti-henti hingga tugas menumpuk, apalagi adanya tugas yang diberikan memiliki tenggat waktu, sehingga membuat pikiran kalap, terkadang dosen juga memberikan tugas sekarang, dan besok harus dikumpul, sehingga sangat membuat depresi, karena banyaknya tugas. Terkadang juga kendala sinyal yang lemah, membuat beberapa metode tatap muka menggunakan Zoom, atau Google meet terkendala sehingga suara dan gambar kerap patah-patah. Kuliah daring ini menurut saya, lebih tepatnya disebut dengan tugas online.
Tidak hanya itu, mulai berlakunya psbb di berbagai daerah membuat mobilitas masyarakat meningkat tinggi, apalagi masyarakat yang dari daerah zona merah ke daerah tujuan, sehingga dapat menyebarkan virus covid-19 di daerah tujuan. Oleh sebab itu kita bisa proporsikan masyarakat yang kurang sadar peratauran atau malah tidak acuh peraturan yang sudah ada.
Kemarin saat saya membeli kuota internet di salah satu gerai di desa punggur lampung tengah, saat diperjalanan saya melihat masih banyak toko-toko belum memberi tempat cuci tangan, belum ada sistem menjaga jarak fisik (physical distancing) di toko-toko, dan bahkan masih ada pemuda-pemuda yang nongkrong di salah satu toko.