HOKI 8: Paku Setan

0 Komentar

BERBAGAI cara dilakukan setan untuk menghalangi manusia berbuat kebajikan. Di antaranya menabur paku di jalan-jalan yang akan dilalui jamaah yang akan menghadiri pengajian.
Dari teori ini, ada fenomena di mana masyarakat melakukan seleksi pada pengajian kiai yang akan dihadirinya. Sehingga, kaidah unzhur má qala wa lâ tanzhur man qala, dengar pembicaraanya, jangan lihat pembicaranya”, jadi berlaku sebaliknya: undzur man qala wa la tandzur má qâla, lihat pembicaranya, jangan dengar pembicaraanya. Kalau kiainya mubaligh kondang, kaya dan muda, maka berbondong-bondonglah masyarakat datang. Tapi bila kiainya mubaligh kandang, melarat dan renta, mereka bilang, “Ogah deh!”
Baju luar menjadi lebih penting daripada baju ruhani, padahal wa libâsut-taqwâ; dzâlika khair. Akibatnya, bila jadi orang kaya dan punya jabatan (walau hasil korupsi dan KKN), semua orang mengaku saudara. Tapi bila kere dan tidak punya kedudukan (karena terlalu lurus dan jujur), jangankan orang lain, saudara pun mengaku tidak kenal.
Pengalaman buruk menimpa Kang Maman. Karena harus mengisi tiga acara dalam sehari (aji mumpung nih yee!), ia ketiduran saat sampai di suatu pengajian. Panitia yang tidak mengenal sang kiai, langsung membuka pintu mobil, menepuk bahunya dan berkata, “Jang! (panggilan kepada yang lebih muda-Sunda), mana kiainya?”
Gelagapan Kang Maman menunjuk Mang Jaya yang telah berpakain rapi, berbatik pula. Panitia langsung mendekati Sang Supir, menciumi tangannya, diikuti semua penjemput.
TIP 6: RUHANI
• Yakinlah bahwa manusia adalah makhluk yang menjaga kesimbangan ruhani dan jasmani. “Jasmani tanpa ruhani adalah robot, ruhani tanpa jasmani adalah hantu.”
• Berbicaralah dengan hati, dari hati ke hati dan hati-hati.
• Al-arwatu junudun mutajannadah, wa ma ta’ârafa i’tarafa, wa mâ tanakara ikhtalafa. Ruhani kita ibarat sekelompok pasukan, bila saling mencintai maka akan satu hati, bila saling membenci akan saling khianati. (Hadis)
IBRAH
Seorang mantan pejabat menghadiri pengajian. Dengan angkuh ia berbicara (riya’) tentang “jasa”-nya selama menjabat. Tak lupa, ia pun berpenampilan jumawa (sum’ah); dada tegak, kopiah miring dan tak ketinggalan beberapa ballpoint yang mahal nangkring di saku baju safari. (Ini pengajian, bos). Tiba-tiba seseorang meminjam ballpoint-nya. Dengan tersipu, sang mantan pejabat berkata lirih, “Mohon maaf, ini cuma tutupnya.”

0 Komentar