Persyaratan itu kian tahun kian bertambah. Harus tetap dipenuhi. Agar perusahaan tetap hidup.
Yang tergolong baru adalah persyaratan harus ”anti teroris”. Proses produksi pakaian pesanan itu harus direkam oleh kamera. Hasilnya harus dikirim ke pengimpor. Terutama proses pengepakannya. Yang harus bisa menghindari peluang kiriman baju itu dicampur mesiu.
Misalnya setelah semua pakaian dimasukkan kemasan, box itu harus ditempatkan di gudang khusus. Yang harus direkam kamera. Agar tidak ada orang yang bisa masuk gudang itu –untuk menitipkan barang berbahaya.
Besarnya pintu gudang pun sudah ditentukan. Harus sama besar dengan ukuran pintu belakang kontainer. Dengan demikian ketika pantat kontainer itu mundur ke pintu posisinya pas –tidak ada celah sedikit pun yang bisa dimasuki orang tak dikenal.
Demikian juga saat memasukkan boks-boks itu ke kontainer. Harus sampai benar-benar penuh. Ukuran boks-nya pun sudah ditentukan. Agar tidak ada sela sedikit pun. Semua harus direkam. Hasil remakan harus dikirim ke Amerika.
Semua itu membuat Mas Pri sangat profesional. Keharusan comply dengan tuntutan pembeli membuat orang punya sikap yang correct.
Mas Pri sampai merasa disayang oleh pemilik pabrik Hongkong itu. Yang hanya ke Probolinggo setahun sekali. Tapi hubungan itu berubah ketika perusahaan go public. Apalagi setelah bos besar meninggal dunia. Dan kepemilikan pabrik berpindah.
Mas Pri pun merasa komitmen profesionalnya yang tinggi ikut berakhir. Maka ia pun mulai merintis usaha sendiri. Semula hanya di rumah mertuanya: 10 mesin jahit. Lama-lama menjadi 100 mesin. Sang MA-lah yang menjalankan industri rumahan itu.
Produknya adalah mukena dan baju koko. Tidak boleh produk yang sama dengan pabrik milik Hongkong itu.
Setelah rumah mertua tidak cukup lagi Mas Pri mulai berpikir untuk berhenti sebagai profesional. Toh sudah 20 tahun. Ia berniat menjadi wirausaha mandiri.
Berdirilah pabrik pertama. Sekitar 5 Km dari pabrik milik Hongkong itu. Lalu pabrik kedua dan ketiga.
Ia merasa mendapat bekal yang cukup selama ikut perusahaan Hongkong itu. Mas Pri-lah yang membidani produksi celana jeans Levi’s seri 501 yang legendaris itu. Kalau di kancing celana kain itu ada angka 133, itulah bikinan Mas Pri dan tim-nya. Angka 133 sebagai tanda bahwa Levi’s itu bikinan Probolinggo. Bikinan negara lain menggunakan nomor yang berbeda.