Fungsi Intelijen Dalam Menjaga Stabilitas Keamanan Karawang

0 Komentar

Oleh Juniar R. H.
(Mahasiswa Jurusan Kriminologi Universitas Indonesia)

Radikalisme dan terorisme telah menjadi salah satu isu global yang menjadi momok, tidak hanya bagi negara adidaya seperti Amerika. Namun juga bagi negara berkembang seperti Indonesia maupun negara-negara di Asia Tenggara lainnya. Seperti kita ketahui, Asia Tenggara termasuk Indonesia merupakan kawasan dengan populasi penduduk Muslim terbanyak di dunia. Pasca terbunuhnya Osama Bin Laden pada 1 Mei 2011, organisasi teroris dan radikal kanan terbesar di dunia tidak lagi berkiblat pada Al Qaeda. Pengaruh dan paham terorisme serta radikalisme tidak serta merta runtuh. Negara Islam Iraq dan Suriah atau dikenal dengan ISIS yang telah ada sejak 1999 semakin berkembang menggantikan Al Qaeda di bawah pimpinan Abu Bakar Al Baghdadi.
Sejak awal kemunculannya, propaganda ISIS telah menyita perhatian dunia. Di Indonesia sendiri, tidak sedikit masyarakat yang menaruh simpatik terhadap organisasi tersebut. Hal itu cukup membuat Pemerintah Indonesia kewalahan mengingat banyaknya pihak yang secara terbuka menyatakan dukungannya terhadap ISIS. Gelombang dukungan terhadap ISIS di Indonesia mencapai puncaknya sekitar tahun 2012-2013. Hal tersebut tampak dari munculnya kegiatan-kegiatan show off force atau unjuk kekuatan serta maraknya pengibaran bendera ISIS di dalam aksi-aksi unjuk rasa di berbagai daerah di Indonesia.
Harapan dan cita-cita yang dijanjikan ISIS dimanfaatkan sebagian kalangan untuk menebar kebencian dan rasa ketidakpuasan terhadap Pemerintah Indonesia. Tidak sedikit masyarakat Indonesia yang tergiur dengan iming-iming surga yang ditawarkan ISIS hingga kemudian memutuskan bergabung dengan ISIS. Mereka kemudian meninggalkan Indonesia untuk menjadi pasukan ISIS yang dikenal dengan istilah foreign terrorist fighter (FTF). Gejala serupa juga terjadi di sejumlah negara Asia Tenggara lainnya seperti Malaysia dan Filipina. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang dirilis April 2015, setidaknya ada 600 orang warga negara indonesia (WNI) yang bergabung dengan ISIS. Sementara pada bulan yang sama, diperkirakan ada sekitar 61 orang warga Malaysia yang bergabung dengan ISIS.
Kekejaman serta tindakan-tindakan di luar Syariat Islam yang telah dilakukan pasukan ISIS kemudian membuka pandangan dunia bahwa sesungguhnya ISIS merupakan organisasi yang berafiliasi dengan paham terorisme. Pihak-pihak yang awalnya bersimpati mulai menarik dukungannya. Pasukan ISIS mulai terdesak dari wilayah-wilayah yang telah dikuasai organisasi tersebut, menjadi titik balik perjuangan serta tanda-tanda kekalahan ISIS. Tewasnya pimpinan ISIS, Abu Bakar Al Baghdadi dalam serangan bom bunuh diri ketika diserang pasukan khusus AS di Desa Barisha Iraq pada 26 Oktober 2019 menjadi puncak kekalahan ISIS.

0 Komentar