Namun disisi lain, keramaian dan kerumunan mulai terlihat kembali hampir disemua daerah semenjak wacana kebijakan PSBB yang akan dilonggarkan. Selain itu, pemerintah mulai membuka kembali transportasi umum yang memicu timbulnya kerumunan. Keramaian terjadi di pasar tradisional, bandara, tempat – tenpat perbelanjaan, maupun tempat umum lain dimana banyak masyarakat yang mengabaikan protokol kesehatan. Jalan – jalan kembali macet dipadati mereka yang hendak membeli makanan untuk berbuka puasa, atau hanya sekedar ngabuburit ketika menjelang berbuka puasa.
Ditambah lagi, hari raya Idul Fitri 1441H yang tinggal menghitung hari, mal atau tempat perbelanjaan mulai dipadati pengunjung untuk berbelanja memenuhi kebutuhan di hari raya seperti kebutuhan pokok atau baju lebaran. Hal tersebut sudah menjadi tradisi di Indonesia ketika menjelang hari raya dan terjadi hampir diseluruh daerah di Indonesia. Nampaknya, masyarakat sudah benar – benar bosan akibat dari berbulan – bulan mengkarantina diri dirumah. Sehingga mereka memilih keluyuran keluar dengan alasan untuk menghilangkan kejenuhan dan rasa bosan tersebut. Masyarakat juga lebih cemas tidak kebagian baju baru untuk lebaran, daripada penyakit covid-19. Keramaian yang terjadi seakan – akan kondisi sudah normal kembali dan masyarakat mampu hidup berdamai dengan corona.
Dari kejadian diatas, dimanakah rasa empati masyarakat yang egois itu terhadap tenaga medis? Masyarakat yang bandel dan ngeyel hanya mengedapankan ego mereka tanpa memikirkan bagimana kalau mereka berada di posisi tenaga medis. Ditambah lagi kebijakan yang sering berubah – ubah menjadikan banyak masyarakat bingung. Banyak tenaga medis yang sudah pasrah melihat perilaku masyarakat diluar sana yang meremehkan virus corona. “Indonesia Terserah, suka – suka kalian saja”.
Itulah ungkapan rasa kesal dari tenaga medis terhadap masyarakat yang tidak takut adanya virus dan mengabaikan himbauan serta protocol kesehatan. Tagar #Indonesiaterserah akhir – akhir ini sedang trending topic dibeberapa media sosial. Tenaga medis, paramedis, relawan dan beberapa pihak sakit hati karena merasa mereka hanya berjuang sendiri untuk memerangi covid-19. Sebagian masyarakat yang sudah patuh untuk tidak mudik, diberhentikan dari tempat kerja, dan mengkarantina diri dirumah juga merasakan hal yang sama. Mereka merasa dihianati oleh perilaku masyarakat yang hanya mementingkan ego daripada kesehatannya. Seharusnya, kita sebagai maayarakat yang berada di garis depan membantu meringankan beban tenaga medis bukan malah menambah beban karena meremehkan pandemi.