Oleh: Iswahyudiharto
(Guru Geografi SMUN 1 Pagak,Malang,Jatim dan Ketua MGMP Geografi tk SMU Jawa Timur)
Masya Allah, sebentar lagi kita akan memasuki Hari Raya Idul Fitri. Hari kemenangan setelah satu bulan penuh melaksanakan ibadah puasa fadlu di bulan Ramadhan. Hari Raya Idul Fitri itu sendiri jatuh pada tanggal 1 Syawal. “Kata syawwal dimaknai secara spiritual menjadi ‘tangga’, ‘menanjak’, ‘mendaki’ yang menggambarkan kondisi peningkatan ketaatan seorang hamba kepada Allaah SWT setelah menjalani kewajiban ibadah puasa di bulan Ramadhan” (M. Iqbal Dawami, 2013:210).
Berdasarkan hal ini, maka umat muslim setelah Ramadhan, yakni mulai 1 Syawal dapat meningkatkan nilai ibadahnya, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif dengan senantiasa patuh dan taat kepada Allaah SWT dengan sebenar-benarnya taqwa; patuh dan taat kepada RasulNya, Muhammad SAW dengan cara patuh dan taat melaksanakan perintah-perintahNya serta patuh dan taat meninggalkan larangannya. Jadi keberhasilan ibadah kita selama sebulan penuh bisa dilihat dari semakin meningkatnya ketaqwaan kita kepada Alloh swt dan semakin berbuat baik pada sesama machluk Alloh. Kita harus melakukan evaluasi setiap beribadah, agar selalu meningkat kualitasnya, tidak hanya sama atau malah lebih buruk kualitasnya.
Pelaksanaan Hari Raya Idul Fitri diawali dengan pelaksanaan shalat Idul Fitri secara berjamaah di tanah lapang. Hukum shalat itu sendiri adalah sunnah muakkad. Bagaimana dengan pelaksanaan shalat Idul Fitri tahun 1441H tahun ini? Tentu sangat berbeda karena kita berada dalam suasana ujian yang berupa wabah virus corona yang mendunia, tidak mengenal agama, suku bangsa maupun warna kulit. Seperti yang kita ketahui dan kita alami bersama bahwa sampai saat ini wabah penyakit virus Covid-19 yang sudah mengglobal menjadi pandemi ini belum mereda. Bahkan diinformasikan terjadi peningkatan jumlah penderitanya. Dalam surat edaran sebuah organi-sasi keagamaan menjelaskan bahwa ..… Dalam konteks berkembangnya wabah Covid-19 sekarang, perlindungan keberagamaan dan jiwa raga menjadi keprihatinan (concern) kita semua.
Dari nilai-nilai dasar ajaran agama diturunkan sejumlah prinsip yang mengutamakan penghindaran kemudharatan dan pemberian kemudahan dalam menjalankan agama yang bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan. Usaha aktif mencegah penularan Co-vid-19 merupakan bentuk ibadah yang bernilai jihad, dan sebaliknya tindakan sengaja yang membawa pada resiko penularan merupakan tindakan buruk/zalim. Hal ini selaras dengan Al Qur’an Surat Al-Maidah [5] ayat 32: Man qatala nafsan bighairi nafsin au fasaadin fiil ardhi faka’an nnamaa qatala nnaasa jamiiaan wa min ahyaahaa (Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya). Ayat ini menunjukkan bahwa siapa saja yang berusaha memelihara eksistensi kehidupan seorang manusia, maka ia seakan telah menjaga eksistensi kehidupan seluruh umat manusia. Sebaliknya, siapa saja yang telah dengan sengaja membiarkan seseorang terbunuh, maka ia seakan telah menghilangkan eksistensi seluruh umat manusia.