Menurutnya, beras tersebut dinyatakan rijek. Awalnya beras tersebut diajukan Bulog ke Dinsos untuk dibagikan ke warga, namun ditolak karena dianggap tidak layak, beras sample tersebut akhirnya dikembalikan kembali ke Bulog.
“Secara keseluruhan jumlah bantuan beras untuk warga terdampak PSBB di 6 kecamatan tersebut berjumlah 100 ton, yang akan dibagikan kepada 10.000 KK, dengan asumsi per KK sebanyak 10 kilogram, kualitas beras medium, bantuan berasal dari Pemprov Jabar,” kata Ketua Harian Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Kabupaten Purwakarta ini. (pasundanekspress.co, 18/05/2020).
Pemberian bantuan terkesan setengah hati. Bagaimana tidak, beraneka permasalahan muncul dalam penyaluran bansos tersebut. Suatu hal yang wajar jika hal tersebut hanya terjadi disatu desa, mungkin ini kesalahan individu atas penyimpanan yang buruk, tapi jika ini dikeluhkan banyak desa, ada apa?. Begitulah rakyat di mata penguasa hari ini, seolah-olah rakyat tidak dimuliakan. Bansos lebih terlihat pencitraannya atau “yang penting tuntutan rakyat terpenuhi” dari pada membantu rakyat yang kelaparan.
Sejatinya inilah watak dari sistem kapitalisme yang melahirkan penguasa yang kurang cakap dan kompeten dalam melayani dan mencukupi kebutuhan rakyat, sampai tidak mampu melakukan pengawasan terhadap distribusi penerima bantuan.
Jauh berbeda dengan Islam yang mendudukan penguasa sebagai pelayan masyarakat, para penguasa akan berusaha memberikan pelayanan dan kebutuhan yang terbaik bagi rakyatnya, sebab pemimpin dalam Islam memahami bahwa keberadaannya adalah pelayan rakyat yang semata-mata beribadah kepada Allah.
Sebagaimana yang pernah dicontohkan Khalifah Umar bin Khattab saat terjadi musim paceklik di Jazirah Arab. Beliau menunjuk empat pejabat khusus untuk mengurusi distribusi makanan ke pelosok Madinah, bahkan beliau terjun langsung ke lapangan demi memastikan semua penduduk mendapat bantuan makanan yang diberikan negara.
Pengecekan bahan bantuan pun benar-benar dilakukan sendiri oleh Khalifah Umar agar kebutuhan rakyatnya terpenuhi. Sosok pemimpin seperti beliau tidak akan kita jumpai di sistem yang mementingkan kepentingan diri dan kelempoknya demi nafsu berkuasa, tanpa memperdulikan kebutuhan rakyatnya.
Islam memandang kepemimpinan dalam konteks bernegara adalah amanah untuk mengurus rakyat, yang akan dimintai pertanggung jawaban kelak di akhirat sehingga seorang imam akan bersungguh-sungguh dalam mengurusi rakyatnya karena tanggung jawabnya selain kepada rakyat, juga bertanggung jawab kepada Allah SWT.