PURWAKARTA-Wakil Ketua Komisi V DPRD Jabar Ir H Abdul Hadi Wijaya M.Sc meminta calon jemaah haji jangan dirugikan. Ini disampaikan Abdul Hadi Wijaya untuk menanggapi pembatalan pemberangkatan calon jemaah haji tahun 2020.
Seperti diketahui, pemerintah melalui Kementerian Agama Republik Indonesia memastikan penyelenggaraan ibadah haji 1441 H atau 2020 batal dilaksanakan. Pandemi Covid-19 menjadi alasan utama Menteri Agama Fachrul Razi terpaksa meniadakan ibadah haji tahun ini.
“Kami sebetulnya merasa prihatin dan sedih. Namun kami juga harus memahami bahwa ini bukan sesuatu hal yang mudah, bukan sesuatu hal yang sederhana untuk mengambil keputusan tersebut,” ujar Gus Ahad, panggilan akrab Abdul Hadi Wijaya saat dihubungi, Kamis (4/6).
Sekjen DPW PKS Jawa Barat ini paham benar betapa kompleksnya manajemen penyelenggaraan haji. Terlebih, pada ibadah haji tahun lalu dirinya ikut berangkat ke Tanah Suci sebagai tim pendamping haji daerah.
“Sangat kompleks. Banyak sekali rekrutmen. Mulai dari tim medis yang direkrut dari seluruh Indonesia. Kemudian ditempatkan mulai di dalam negeri, yakni di embarkasi dan debarkasi. Juga di Jeddah, Madinah dan Mekah yang jumlahnya sangat besar,” kata Gus Ahad.
Lalu, sambungnya, di Saudi Arabia ada pula petugasnya. Misalnya untuk yang bertugas menyeleksi penginapan, memilih katering, driver berikut transportasinya.
“Semuanya ada pengurusnya, ada manajemennya. Termasuk manajemen pengelolaan ibadahnya, maupun sehari-harinya. Jadi, bagaimana agar semua jemaah haji asal Indonesia ini hajinya sah secara syariah. Ini adalah sebuah manajemen raksasa yang masif,” ucapnya.
Sehingga, ujar anggota legislatif dari PKS ini, pihaknya memahami ketika masuk bulan Syawal ini ada kejelasan bahwa Kementerian Agama memutuskan untuk tidak memberangkatkan jemaah haji. Ini, sambungnya, jauh lebih baik daripada keputusannya diambil saat last minute atau di menit-menit akhir.
Terlebih jika pemerintah memutuskan jadi berangkat tapi kemudian ada jemaah yang terlantar, ada yang tidak terkelola, ada yang penerbangannya kacau, dan sebagainya.
“Atau malah transportasinya tak lengkap hingga akhirnya jemaah harus berjalan kaki 3-5 km atau bahkan 10 km menuju Masjidil Haram. Belum lagi ada yang hilang, yang sakit, atau yang meninggal. Nauzubillahimindzalik,” ucapnya.