Pun proyek seperti real estate. Yang saya jadikan contoh di atas.
Long live kontraktor!
Hidup supplier!
Terutama kontraktor yang mau dibayar kapan-kapan.
Jadi, dari mana dana tiga proyek Pertamina itu?
Sebagian ya dari kontraktor dan pemasok itu.
Sebagian lagi kan dari Anda. Lewat pembelian BBM yang harganya lebih mahal dari seharusnya itu.
Pertamina punya dana internal. Yang sebagian adalah pendapat harian jualan BBM itu.
Saya tentu mendukung taktik pendanaan seperti itu. Agar proyek tetap jalan. Berarti Pertamina sedang menjalankan kemampuan entrepreneurial-nya.
Mestinya bisa sukses. Nama besar Pertamina masih bisa dipertaruhkan. Ada jaminan produknya terjual habis. Dengan cepat. Tidak ada yang meragukannya –berarti ada jaminan pendapatan pasti.
Harga jual pun bisa dibuat yang seperti apa maunya. Baru di sini kelas Pertamina berbeda dengan entrepreneur murni.
Pertamina kalah kelas dengan properti tadi –yang harga jual rumahnya mengikuti harga pasar.
Dan banyak lagi.
Yang saya dukung adalah taktik entrepreneurship-nya di tiga proyek itu. Bukan soal harga jual yang dibuat kemahalan itu.
Saya tahu di Pertamina ada dirut yang gigih. Di dalam struktur barunya pun ada direktur khusus untuk mega proyek.
Dan di jajaran komisaris ada Budi Sadikin. Yang melekat dengan jabatan wakil menteri BUMN. Yang punya track record sukses menangani bisnis besar yang sulit.
Budi juga sudah menunjukkan bukti. Yang bersama menteri Ignasius Jonan sudah menunjukkan reputasi hebat: berhasil menerobos Freeport yang bersejarah itu.
Mungkin juga keberadaan Komut BTP ikut berperan di pemikiran entrepreneurial itu.
Saya merasa cocok dengan jalan pikiran entrepreneur seperti itu. Toh itu hanya taktik. Pada saatnya investor akan datang. Setelah Pertamina mengerjakan proyek itu sampai tahap tertentu.
Terlalu lama kalau tiga proyek itu sepenuhnya hanya mengandalkan dana pahlawan seperti kontraktor, pemasok, dan konsumen.
Dalam perjalanan taktik seperti itu akan ada yang disebut ”tahap mistis”. Di tahap itulah akan terjadi –saya sebut saja– ”ledakan momentum”.
Sampai di momentum seperti itu, jalan yang semula penuh lubang bisa kaget: seperti tiba-tiba menemukan jalan tol di depan.