“Ujungnya akan ada penghitungan kebutuhan air, sehingga nanti bisa diatur soal debit airnya di saluran irigasi. Jadi bisa lebih hemat air juga, tidak terlalu banyak menggenangi sawah,” imbuhnya.
Sebab, jika terlalu lama menggenang, produksi emisi CO2 pada kegiatan pertanian akan menyebabkan efek gas rumah kaca yang dihasilkan tinggi.
“Jadi kita harapkan dengan ini pertanian bisa ramah lingkungan, petani bisa melakukan kegiatan dengan memanfaatkan kondisi yang ada baik dari tanah, curah hujan, iklim dan pemupukan yang tak berlebihan,” ungkapnya.
Dilaksanakan secara online maupun daring
Dessy menyebut, Program SIMURP sudah berjalan di tahun kedua pada 2020 ini dengan sasaran kegiatan Training of Trainer (TOT) untuk para penyuluh di BPP pelaksana kegiatan SIMURP yang rencananya akan dilaksanakan secara daring atau online, serta Training of Farmers (TOF) pada 2021 mendatang.
“Tapi dengan kondisi pandemi ini program dari pusat belum ada, meksipun sudah pelatihan, namun kami dilapangan coba untuk mulai melaksanakan kegiatan dengan prinsip-prinsip CSA tersebut,” ujarnya.
Untuk itu, beberapa waktu lalu, Tim BPP Pamanukan melakukan Uji Tanah Sawah dengan menggunakan perangkat uji tanah sawah (PUTS) “Dari hasil itu akan diperoleh rekomendasi pemupukannya, apakah hasilnya rendah-sedang atau tinggi untuk kandungan NPK dalam tanah sawah yang diuji tersebut, dengan demikian arah yang kita harapkan pertanian kedepan itu lebih efektif dan ramah lingkungan,” tutupnya.(ygi/sep)