Namun seiringnya kebijakan pemerintah ada di beberapa daerah mengabaikan upaya untuk mengakses alat kontrasepsi. Kepala BKKBN “Hasto Wardoyo” mengatakan, setidaknya 10 persen pasangan usia produktif tidak lagi memakai kontrasepsi sepanjang periode Maret hingga April 2020.
Dari tiap 100 pasangan yang putus kontrasepsi, 15 di antaranya berpotensi hamil. Dari situ kami prediksi jumlah kehamilan selama periode wabah ini bisa mencapai 420 ribu,” tambah Hasto seraya menyebut 95 persen pengguna kontrasepsi di Indonesia adalah wanita.
Penekanan pemerintah dalam kebijakan kampanye “KB”(Keluarga Berencana) terus digalakkan agar menekan angka kelahiran serta hal kepentingan di bidang kesehatan memastikan agar akses layanan kesehatan dan asupan nutrisi yang layak untuk perempuan yang mengandung di tengah wabah ini.
Kehadiran bayi-bayi ini bisa mendukung bonus demografi jika dipersiapkan dengan sangat baik sejak dini.“Bonus demografi” akan berhasil kalau diimbangi dengan berbagai kebijakan yang mendukung pencetakan SDM unggul
Ketahanan Pangan
Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa produksi padi 2014 mencapai 70,83 juta ton gabah kering giling (GKG), angka ini turun 450 ribu ton atau 0,63 persen dibanding 2013. Penurunan produksi padi paling besar terjadi di Pulau Jawa hingga 830 ribu ton, sedangkan di luar Jawa mengalami penurunan 390 ribu ton. Produksi padi menyusut susut karena terjadi penurunan luas panen 41,61 ribu hektar (ha) atau 0,30 persen dan penurunan produktivitas sebesar 0,17 kuintal atau ha (0,33 persen). Dapat diartikan sebenarnya produksi padi Indonesia mengalami surplus yang cukup, namun yang dikhawatirkan adalah penurunan luas lahan pertanian yang terus diganti peruntukannya sebagai perumahan maupun peruntukan lainnya. (Sumber Badan Pusat Statistik Tahun 2014)
Jika pemerintah hanya memperhatikan jumlah penduduk tanpa memperhitungkan struktur umur penduduk, maka risikonya bisa salah arah dalam hal kebijakan di satu sisi kita butuh peningkatan produksi pangan nasional dengan tuntutan kualitas pangan yang lebih baik. Namun, konversi lahan pertanian menjadi non pertanian juga meningkat dengan cepat karena kebutuhan lahan untuk tempat tinggal (perumahan) dan aktivitas ekonomi nonpertanian. Sudah pasti jumlah peningkatan lahan juga semakin besar pula.
Apabila tanah pertanian dari waktu ke waktu selalu mengalami penurunan dan terus bergantungnya kehidupan masyarakat dengan beras tentu hal ini akan mengancam mengenai ketahanan pangan di Indonesia dan kemungkinan terjadi krisis pangan.