Oleh: Yuyun Suminah
Aktivis Muslimah Karawang
Melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya merupakan impian setiap siswa, Namun impian itu tak semua siswa bisa mewujudkannya. Ya. Diantaranya banyak siswa lulusan SMP yang tidak bisa melanjutkan ke jenjang selanjutnya baik ke SMA, SMK dan sederajat untuk tahun ajaran baru 2020/2021.
di Karawang sendiri setiap tahunnya terus mengalami peningkatan siswa SMP yang tidak bisa melanjutkan sekolah. Ada sekitar tiga ribu sampai empat ribu lulusan SMP dan MTs yang tidak terekrut SMA/SMK/MA hal ini disampaikan oleh Kepala Cabang Dinas Wilayah 4 Ai Nurhasan. (Radarkarawang 1/06/20)
Yang menyebabkan siswa SMP ini tidak bisa melanjutkan sekolah diantaranya adalah faktor ekonomi, ditambah lagi kondisi Pandemi saat ini membuat ekonomi rakyat terkena dampaknya. Seperti yang disampaikan Wakasek Kesiswaan SMA Korpri Karawang Giyanto mengatakan “kebanyakan anak-anak ini tidak melanjutkan sekolah karena alasan keterbatasan ekonomi, sebab itu dengan kesepakatan pihak sekolah dan izin yayasan, anak-anak putus sekolah ini digratiskan biaya sekolah. Hanya saja saat itu SMA Korpri hanya mampu memberi beasiswa bagi 6 anak”. (RadarKarawang)
Mahalnya biaya pendidikan menjadi alasan kuat ribuan siswa tak bisa melanjutkan sekolahnya ke jenjang SMA dan sederajat. Inilah potret buram dunia pendidikan dalam sistem kapitalis mengukur segala sesuatu dengan nilai materi membuat orang tua siswa yang tidak mampu maka tak akan mampu juga membiayai sekolahnya, maka wajar di bidang pendidikan dalam sistem kapitalis telah membuat biaya sekolah tak terjangkau. Tak punya uang tak bisa sekolah.
Ditambah lagi kehidupan yang semakin terhimpit dirasakan mayoritas penduduk Indonesia. Semua kebutuhan sandang, pangan dan papan sulit untuk dijangkau oleh masyarakat. Akibatnya, jangankan masalah pendidikan, untuk makan saja mereka kerepotan. Wajar akhirnya ribuan siswa SMP putus sekolah.
Potret buram pendidikan di Indonesia tak bisa dilepaskan dari persoalan mendasarnya yaitu diterapkannya sistem sekuler kapitalisme. Sehingga pendidikan disejajarkan dengan komoditi yang hanya bisa diraih oleh yang mempunyai kemampuan materi.
Berbeda dengan sistem Islam yang memandang pendidikan adalah kebutuhan pokok yang harus diurusi negara. Semua warga berhak mendapatkan pendidikan bukan sebaliknya malah jadi urusan pihak sekolah apalagi sekolah swasta yang punya keterbatan biaya.