Karena sesungguhnya, telah jelas ancaman yang Allah Swt. berikan pada penguasa yang lalai dalam amanahnya. Apalagi kebijakannya mendzolimi umat dan hanya menguntungkan diri dan golongannya.
“Seseorang yang diserahi Allah untuk memimpin rakyatnya, lalu dia mati dalam keadaan menipu rakyatnya, pasti Allah mengharamkan surga untuknya” (HR Muslim)
Begitupun Allah Swt. telah menjanjikan pada penguasa yang adil yaitu surga. Sehingga mereka akan berlomba-lomba dalam memberikan yang terbaik bagi umat. Darisinilah akan tercipta hubungan yang harmonis antara penguasa dan rakyat. Penguasa mencintai rakyatnya dan rakyat mendoakan penguasanya.
“Satu hari yang dipimpin oleh pemimpin yang adil jauh lebih baik daripada ibadah seseorang yang dilakukan sendirian selama enam puluh tahun,” (HR Baihaqi)
“Tak seorang pemimpinpun yang mengurusi urusan kaum muslimin, kemudian ia tidak pernah letih dari mengayomi dan menasihati mereka, kecuali pemimpin itu akan masuk ke dalam surga bersama mereka” (HR Muslim, 142, dari Ma’qal bin Yasâr Radhiyallahu ‘anhu)
Selain orang-orangnya yang berkualitas. Islam pun memiliki sistem pemerintahan yang kuat, yang dikenal dengan Kekhilafahan. Struktur Kekhilafahan sederhana, dan seluruhnya berada dibawah tanggungjawab Khalifah. Struktur dibawah Khalifah sifatnya membantu.
Sehingga kerja para pejabat didalamnya akan simultan dan tidak tumpang tindih.
Seperti Direktur Departemen Kemaslahatan Umat, yang mengurusi berbagai macam keperluan umat termasuk masalah pangan dan pertanian. Bertanggung jawab langsung pada Khalifah dalam mengatur produksi dan distribusi pangan pada umat.
Bagaimana optimalisasi produksi, seperti ketersediaan lahan untuk pertanian diperhatikan dengan serius. Sehingga konversi lahan yang begitu massif di era bisnis property tak akan terjadi di sistem islam. Karena untuk menciptakan kedaulatan pangan, kita tidak boleh bergantung pada impor.
Begitupun distribusi akan dikuasi oleh negara, korporasi hanya boleh terlibat sebagai penjual di pasar-pasar. Berbeda dengan kondisi saat ini yang sebagian besar pengurusan pangan diserahkan pada swasta.
Jangan berharap Indonesia akan keluar dari krisis pangan dan mampu menyelesaikan problematika yang akut ini, jika para penguasanya sibuk dengan urusannya sendiri. Sibuk berbisnis memperkaya diri dan partainya. Dan penguasa rasa pengusaha ini terlahir dari Rahim demokrasi yang inti politiknya adalah transaksional.