Seri Belajar Filsafat Pancasila (5)

0 Komentar

Supomo juga menguraikan beberapa isu terkait hubungan negara dengan agama, cara pembentukan pemerintah (monarkhi atau republic), pengelolaan ekonomi negara dan peran negara dalam bidang ekonomi. Dalam pandangannya, negara harus terpisah dari kehidupan agama. Supomo juga menegaskan Indonesia bukan Negara Islam. Namun menurut Supomo Negara Indonesia yang dibangun bukan a religiud. Justru moralitas negara yang dibangun harus berdasarkan moralitas agama.
Dalam bidang ekonomi Supomo menganjurkan sistem ekonomi koperasi dijadikan dasar ekonomi negara.
Dasar negara yang digagas Supomo bukan atas dasar agama, melainkan atas dasar persatuan dan berdasarkan alam pikiran kebudayaan Indonesia. Negara yang dicita-citakan Supomo berdasarkan akar budaya Indonesia adalah negara yang pemimpinnya bersatu jiwa dengan rakyat, semangat gotong royong dan kekeluargaan yang meliputi semua golongan, mengedepankan persatuan antara satu golongan dengan golongan yang lain, pemimpin yang mengayomi rakyat, masyarakat yang memiliki keseimbangan lahir dan batin, mengdepankan musyawarah dalam mencari penyelesaian.
Menarik uraian analisis dari Pranarka terkait pidato Supomo ini. Menurut Pranarka, Supomo menguraikan tentang dasar negara pokok-pokok pikiran tentang dasar negara sudah terkandung dalam Pembukaan. Pokok-pokok pikiran tersebut memberi suasana batin terhadap Undang-Undang Dasar Negara RI 1945. Yang menjadi cita-cita luhur bangsa Indonesia.
Salah satu pokok pikiran dalam uraian dasar negara tersebut adalah asas kekeluargaan yang berarti persatuan, melindungi dan meliputi segenap bangsa. Paham kekeluargaan ini mengatasi ideologi golongan atau perseorangan, menghendaki persatuan yang meliputi seluruh bangsa dan rakyat Indonesia. Juga termasuk kekeluargaan dalam arti persaudaraan antar bangsa, kekeluargaan dalam kedaulatan rakyat. Kekeluargaan yang didasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Wallahualam bishawab.Mari kita diskusikan. Afwan Salam Kang Marbawi.

Laman:

1 2
0 Komentar