Sejatinya jenjang pendidikan tidak hanya untuk memperoleh ilmu saja, terlepas dari itu semua pendidikan merupakan zona transfer ilmu dan pembentuk karakter penerus bangsa. Dimana guru membimbing dan mengarahkan peserta didik selama berada di bangku sekolah.
Namun, kini ada persoalan baru yaitu terkait pembentukan karakter. Akibat pandemi covid-19 yang tak kunjung usai, dengan sangat terpaksa dilakukannya sistem pendidikan menjadi BJJ (Belajar Jarak Jauh). Memang belajar tidak harus melulu berada di dalam kelas, akan tetapi yang menjadi sorotan utamanya bukan proses transfer ilmu melainkan pada pembentukan karakter anak bangsa.
Perubahan pembelajaran menjadi sistem online dirasa sangat tidak efektif, bahkan banyak pelajar yang terkesan menyepelekan guru atau dosen yang tengah mengajar, lebih lebih bila rasio dosen dan mahasiswa dalam pembelajaran online melebihi kapasitas pemeblejaran misalnya 1:40 lebih sehingga dosen bisa gagal menguasai klas. Pembelajaran jarak jauh memang dapat dilakukan dengan media online seperti whats app grup, zoom meeting, google meet, dll. Namun dalam pembentukan karakter siswa atau mahasiswa perlu diperhatikan. Interaksi dalam kelas harus dihidupkan.
Akan tetapi banyak diantaranya yang hanya melakukan presensi dan kemudian mengabaikan materi pembelajaran, bahkan beberapa diantaranya tidur atau melakukan aktivitas yang lain sehingga makna pembelajaran jadi lost/ hilang. Bukankah perilaku tersebut menunjukkan kegagalan pola didik pelajar yang ada di Indonesia?. Perilaku tersebut pula yang akan membentuk anak didik memiliki jiwa-jiwa koruptor. Mereka menipu dan acuh bahkan terhadap guru sendiri.
Nampak permasalahan tersebut tidak dapat dibiarkan terus menerus. Namun apabila sekolah masuk atau pembelajaran dilakukan secara offline hal tersebut juga belum memungkinkan. Perlu dilakukan evaluasi dan kajian ulang setiap bulan bahkan minggu guna perbaikan pola pembelajaran daring yang dilakukan selama pademi covid-19 seperti sekarang ini.
Pihak civitas akademika dapat mengajukan kuisioner dengan responden pelajar atau mahasiswa itu sendiri. Sehingga kedua belah pihak dapat mengetahui permasalahan apa dan bagian mana yang perlu dilakukan pembenahan pola pembelajaran secara daring.
Peningkatan sarana dan prasarana juga harus terus di upayakan meski pembelajaran dilakukan secara online, seperti susbsidi kuota atau potongan biaya pendidikan. Karena di masa pandemi seperti ini setiap lini kehidupan terhimpit oleh keadaan bahkan tidak sedikit pula yang kehilangan pekerjaan. Beberapa perguruan tinggi kecil telah menerima dampaknya significant  terhadap pemasukan keuangan sehingga mengalami kesulitan memberi gaji pada dosen dan karyawannya. Bila hal ini berlangsung beberapa bulan kedepan, tidak tertutup kemungkinan perguruan tinggi tersebut bisa mengalami kesulitan keuangan dan bisa kolep. Agak berbeda dengan perguruan tinggi sedang dan besar karena orang tuanya mahasiswa berasal dari kalangan menengah ke atas, sangat mungkin tidak banyak terpengaruh pandemi. Tentu sangat terkait antara keuangan dengan kualitas pembelajaran termasuk pembentukan karakter bangsa. Pandemi telah memberi pelajaran yang berharga bagi manusia yang beriman. (*)