AS Laksana sendiri juga memberikan tanggapan. Dibalas juga oleh GM. Disanggah lagi oleh Laksana. Beberapa kali saling menanggapi. Di susul oleh yang lain. Selama dua bulan terakhir.
“Ketika sains menjadi panglima, sains akan terdorong mengedepankan kepastian. Bukan masuk ke dalam proses pencarian kebenaran,” tulis GM di tulisan pertama saat menanggapi AS Laksana.
Taufiqurrahman membantah itu. “Yang membuat sains itu special dan membuatnya layak menjadi sumber utama dalam memahami dunia alamiah adalah prinsip umum dalam komunitas ilmuwan,” tulis Taufiqurrahman. “Itulah yang disebut oleh Lee McIntyre sebagai scientific attitude. Yakni bahwa ilmuwan punya persiapan sikap untuk mengubah teorinya kalau ditemukan bukti dalam empiris bahwa teorinya salah,” tulisnya.
GM tidak mau kalau sains menjadi dogma baru. Taufiqurrahman menganggap GM salah kalau mengatakan sains bisa menjadi dogma baru.
Motivasi AS Laksana menulis soal diskusi IDI itu sendiri memang datang dari sikap GM sejak lama. Yang ia anggap sebagai tokoh yang ‘anti sains’. Laksana sudah mencatatnya itu agak lama. “Tulisan-tulisan GM mencerminkan sikapnya yang anti-sains,” katanya.
Termasuk di acara diskusi IDI itu. Bahkan sebelum diskusi itu sendiri dimulai. Sebagai salah satu pembicara, GM tidak setuju dengan topik yang dibahas hari itu. Yakni ‘Berkhidmat pada Sains’. Atas permintaan GM topik yang ia bawakan harus diganti menjadi ‘Sains dan Beberapa Masalahnya’.
DI’s Way hari ini tentu tidak akan masuk ke materi polemik itu. Tempatnya tidak cukup. Carilah sendiri di Facebook. Sesekalilah buka Facebook bukan untuk mencari siapa selingkuh dengan siapa.
Perdebatan antara filsafat dan sains memang terus hangat. Sampai-sampai ada topik diskusi yang bertema ‘matinya filsafat’.
Bagaimana perasaan Taufiqurrahman setelah polemik ini seru? Tidakkah ia merasa sungkan telah membantai para senior?
“Di filsafat itu biasa. Saya sendiri sering dibantah angkatan junior saya,” ujarnya.
“Asal berdasar argumen. Bukan sentimen,” katanya.
Juga asal jangan berdasar tempat asal –mungkin Anda belum pernah mendengar nama desa Luk-Guluk.
Itulah sebutan untuk Guluk-Guluk bagi orang Madura.(Dahlan Iskan)