INI untuk pertama kali saya ke rumah sakit di masa pandemi Covid-19. Bukan untuk berobat tapi hanya ingin tahu: seperti apa rumah sakit lapangan itu.
Itulah rumah sakit lapangan yang didedikasikan untuk membantu penanganan Covid-19 di Jakarta.
Kebetulan kemarin itu saya ada acara di dekat-dekat Ancol, Jakarta. Saya juga ingin tahu sudah seperti apa Menara Jakarta. Yakni sebuah proyek baru di Kemayoran. Yang awalnya diinginkan menjadi Menara Doa tertinggi di dunia. Yang idenya datang dari pendeta Abraham Alex Tanuseputra, yang meninggal belum lama ini.
Ternyata rumah sakit lapangan itu letaknya di depan rumah pengusaha Tomy Winata. Yakni di sebuah tanah lapang di Ancol –yang juga milik bos Artha Graha itu.
Saya pun mampir ke rumah TW –sarapan di situ. Ini bukan untuk kali pertama saya ke rumahnya. Tapi baru kali ini kami makan berjauhan: di sebuah meja bundar yang besar. Meja itu bisa untuk 15 orang tapi hanya diisi empat orang. Kami memang harus menjaga jarak.
“Jangan dekat-dekat saya,” ujar TW. “Saya ini ODP,” guraunya.
Sebenarnya TW tidak bergurau. Ia hampir tiap hari dekat dengan penderita Covid-19. Ia harus sering ke rumah sakit lapangan itu.
RS itu sudah dikelola dengan prosedur Covid yang ketat. Tapi semua yang ke RSLap itu adalah orang yang positif Covid-19.
Kami pun bicara banyak soal rumah sakit itu. Ada ketela rebus, jagung rebus, pisang rebus dan cakue di atas meja bundar itu. Lalu ada bubur dengan irisan abalon.
“Sebetulnya rumah sakit itu awalnya tidak untuk Covid-19,” ujar TW sambil makan. “Kami membelinya untuk persiapan kalau ada bencana alam,” tambahnya. “Gak disangka ternyata ada bencana Covid-19,” tambahnya.
Lewat Artha Graha Peduli (AGP), TW memang selalu aktif di setiap terjadi bencana di mana pun di negeri ini. Hidup di negara yang begitu sering terkena bencana, AGP harus punya rumah sakit lapangan.
Saya sendiri pernah ikut Presiden SBY meninjau rumah sakit seperti itu di Australia. Maka saya sedikit ada rasa ingin membandingkannya.