Oleh: Yusup Suparman
ENTAH terjadi atau tidak Kabupaten Subang terbagi menjadi dua?
Entah benar-benar dibutuhkan atau tidak oleh masyarakat Pantura memisahkan diri dari Kabupaten Subang?
Atau jangan-jangan hanya keinginan segelintir elit saja.
Nampaknya wacana pemekaran itu terus bergulir. Sejumlah elit getol melakukan konsolidasi.
Mantan Bupati Subang Eep Hidayat pun ditagih janjinya untuk membantu pemekaran Pantura. Wajar saja, Eep hadir pada deklarasi pemekaran Subang Utara tahun 2018, beberapa bulan sebelum Ruhimat-Agus Masykur menang Pilkada Subang.
Eep pun kemudian menyambangi kediaman tokoh Pantura, Dr Otong Rosadi. Mereka diskusi mengenai kelanjutan perjuangan pemekaran Pantura.
Perjuangan pemekaran Pantura sudah cukup lama.
Bila kita tengok ke belakang. Tahun 2010 gerakan pemekaran Pantura begitu menggeliat. Pada masa Bupati Eep. Ratusan masyarakat Pantura datangi gedung wakil rakyat.
“Berpisah dengan Subang adalah harga mati,” kata seorang pengunjuk rasa ketika itu dikutip dari Tempo.co, Rabu (9/2).
Dalam perjalanannya dilakukan pengkajian layak atau tidaknya pemekaran. Hasilnya tidak layak, berdasarkan kajian independen.
Tahun depan, Bupati Subang menganggarkan Rp 2 miliar untuk kajian akademik. Wajar bila bupati menganggarkan, ketika jadi calon bupati dia mendukung pemekaran Pantura.
Wacana pemekaran Pantura telah lama menjadi diskursus di ranah politik, khususnya jelang pemilihan kepala daerah. Baik pemilihan bupati maupun gubernur. Semoga saja wacana ini bukan untuk kepentingan elit politik saja.
Menurut Dian Ratna Sari dalam tulisannya yang berjudul “Menyoal Moratorium Pemekaran Daerah” dalam terbitan Pusat Penelitian Politik LIPI, bahwa sudah menjadi rahasia umum kebanyakan proses pemekaran daerah ditumpangi oleh kepentingan elite lokal yang menyaru sebagai aspirasi masyarakat.
Pilbup 2018 pasangan Ruhimat dan Agus Masykur mendukung pemekaran Pantura. Pilgub Jawa Barat tahun 2018 pasangan Ridwan Kamil dan Uu pun mendukung. Kini mereka menjadi kepala daerah. Masih serius kah memperjuangkan atau hanya meraih simpati masyarakat Pantura saja?
Jika kita amati, pemekaran Pantura bukan tanpa alasan.
Mereka ingin pemerataan pembangunan. Semacam ada kecemburuan sosial dalam pembangunan. Subang utara itu terkesan kurang diperhatikan, bahasa ekstremnya “termarjinalkan”. Benarkah? Mari kita renungkan saja.