Seri Belajar Filsafat Pancasila 10

0 Komentar

‏”Wa Man kāna yu`minu billāhi wal yaumil ākhiri fal yukrim jārahu”‏‎ (dan siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia memuliakan tetangganya) yakni tetangganya di rumah, dan ‎zahir hadisnya mencakup tetangganya di tempat berdagang, ‎seperti tetanggamu di toko misalnya, namun makna yang pertama lebih ‎jelas yakni tetangga di rumah, dan setiap kali tetangga itu dekat darimu ‎maka haknya lebih besar. Nabi memutlakkan kata memuliakan, ‎dengan sabdanya, ‎‏”fal yukrim jārahu” ‏‎(maka hendaklah ia memuliakan ‎tetangganya) dan beliau tidak mengatakan misalnya dengan ‎memberikan dirham, sedekah, pakaian atau yang semisal dengan itu. ‎Dan nas apapun yang disebutkan secara mutlak di dalam syariat ‎maka dikembalikan kepada ‘urf (kebiasaan/adat,dikutip dari sumber).
Ini menunjukkan bahwa beriman harus tergambar dalam perilaku keseharian kita. Inilah dasar utama dalam menjalankan keagamaan kita. Iman harus hidup dan menjawab beragam permasalahan manusia, baik permasalahan eksistensial, maupun masalah sosial yang sedang dihadapi di depan mata. Iman harus keluar dari hati, dan mewujud menjadi tindakan nyata, yang berupaya menjadikan dunia sebagai tempat yang lebih baik bagi semua orang, tanpa kecuali.
Keimanan kita juga harus terus dipupuk. Sebab keimanan kita bersifat fluktuatif. Kadang jika frekuensinya lagi “bagus”keimanan kita meningakt,namun jika sedang sinyalnya “jelek”karena berbagai hal, keimanan kita menjadi turun. Karena itu keimana kita haruslah terus mencari. Iman tidak stagnan atau berjalan di tempat. Stagnannya keimanan tersebut, karena hanya memahami ajaran dengan dangkal. Ketika keimanan stagnan maka bisa jadi keimanan kita akan menjadi buta karena kita merasa sudah selesai dengan keimanan kita dan menganggap yang lain tidak beriman. Iman harus berproses, mencari, dan tak berhenti bergerak, sampai kita mati. Keimanan kita harus menggali refleksi lebih dalam secara terus menerus, guna memberi makna yang lebih dalam bagi hidup manusia. Dengan terus menerus menggali makna keimanan kita yang ditujukan untuk memberikan makna bagi kehidupan manusia, maka keimanan kita koheran dengan perilaku kita sehari-hari. Percuma orang Iman, mengaku beriman dan beragama, kalau tindakannya koruptif, manipulatif, dan tidak adil kepada sesama. Sungguh percuma.

0 Komentar