KARAWANG-Lantaran susah mendapatkan pupuk betsunsidi, petani asal Kecamatan Pedes, Engkus Kusnadi terpaksa membeli pupuk non subsidi. Sebagian petani terpaksa membeli pupuk non subsidi dengan harga yang jauh lebih mahal lantaran waktu tanam tak bisa ditunda.
“Kemarin beli Rp 600 ribu per kuintal. Padahal biasanya kalau subsidi Rp 190.000,” ujar Engkus, Senin (7/9).
Engkus berharap pemerintah segera menghadirkan solusi atas kelangkaan pupuk bersubsidi itu. Sebab, saat ini yang beredar pupuk non subsidi yang harganya jauh lebih mahal. “Biaya produksi naik tiga kali lipat,” ucapnya.
Soal pemberlakukan Kartu Tani untuk mendapat pupuk bersubsidi, Engkus pada prinsipnya setuju. Hanya saja, sebelum berjalan dengan baik ia meminta pemerintah jangan dulu mengurangi kuota pupuk. Menurut Engkus, hal itu berdampak pada petani secara umum. Contohnya, seperti sekarang petani sudah pegang kartu tani, namun sulit memperoleh pupuk bersubsidi.
Bahkan, kata dia, banyak petani sudah deposit untuk penyediaan pupuk bersubsidi jauh-jauh hari, namun ketersediannya kosong. Akibatnya, petani telat melakukan pemupukan. “Tentu ini akan berdampak pada hasil panen ke depan,” ujarnya.
Engkus pun meminta pemerintah mengkaji ulang mekanisme pemberlakuan kartu tani agar petani tidak menjadi korban kearogansian para spekulan pupuk.
Di Karawang misalnya, pemberlakuan Kartu Tani ditunda. Namun di sisi lain pupuk bersubsidi sudah langka. Ia pun menuding pemerintah bermain-main dalam menjalankan program yang langsung bersentuhan dengan masyarakat banyak. “Yang menjadi korban petani,” tandasnya.
Ia juga berharap, pemerintah menambah kuota pupuk bersubsidi untuk mengatasi kelangkaan pupuk ini, bukan menambah kuota pupuk non subsidi. “Kalau yang ditambah pupuk non subsidi, ini tetap memberatkan petani,” ucapnya.
Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Pertanian Dinas Pertanian Karawang Entoh Hendra Permana mengaku menyadari keresahan petani soal kelangkaan pupuk bersubsidi saat ini. Sebab, pupuk merupakan kebutuhan dasar bagi petani untuk melakukan kegiatan tanam, selain air. Apalagi kegiatan tanam tidak bisa ditunda. “Kita menyadari kalau kami dibuli gara-gara pupuk. Namun kami tetap berupaya,” kata dia.
Entoh mengatakan, hingga Agustus 2020 Karawang minus pupuk bersubsidi sebesar 838 ton. Sebab, dari kebutuhan pupuk bersubsidi sebesar 52.000 ton atau berdasarkan RDKK 56.000 ton, Karawang hanya mendapat kuota 38.000 ton. “Pengurangan kuota pupuk bersubsidi itu ketentuan pemerintah,” ujar Entoh ditemui di kantornya, Senin (7/9).