Paling tidak ada dua point penting yang membedakan Islam dengan Kapitalisme dalam permasalahan buruh.
Pertama Islam menempatkan pemerintah sebagai pelayan ummah. Pemerintah secara penuh bertanggungjawab untuk memenuhi kebutuhan asasi (sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan) setiap warga nagaranya tanpa membedakan jenis kelamin, warna kulit dan agamanya. Pemenuhan kebutuhan sandang, pangan dan papan diberikan melalui mekanisme tidak langsung yaitu dengan membuka secara luas lapangan pekerjaan bagi setiap laki-laki sebagai penanggungjawab nafkah bagi keluarga dan setiap orang yang menjadi tanggungannya.
Sedangkan pendidikan, kesehatan dan keamanan sebagai kebutuhan umum diberikan pemerintah secara gratis dengan menggunakan anggaran yang berasal dari hasil pengelolaan sumberdaya alam. Olehkarenanya menjadi penting untuk menjadikan pemerintah sebagai pengelola SDA bukan pengusaha. Karena sesungguhnya sumberdaya alam adalah kekayaan milik ummat, Pemerintah diamanahi rakyat untuk mengelolanya dan mengembalikan keuntungannya kepada ummat baik secara langsung ataupun tidaklangsung berupa pelayanan publik secara cuma-cuma.
Kedua akad ‘kontrak kerja’ yang terjadi antara buruh dengan perusahaan. Perusahaan harus menjelaskan kepada calon pekerja jenis pekerjaan, waktu/durasi pekerjaan serta besaran upahnya. Berdasarkan kejelasan hak dan kewajiban buruh/pengusaha inilah relasi buruh dan pengusaha di bangun.
Dalam Islam, besaran upah mesti sesuai dengan besaran jasa yang diberikan pekerja, jenis pekerjaan, waktu bekerja, dan tempat bekerja. Tidak dikaitkan dengan standar hidup mininum masyarakat. Pada saat yang sama perusahaan wajib memberikan upah dan hak-hak buruh sebagaimana akad yang telah disepakati, baik terkait besarannya maupun jadwal pembayarannya. Perusahaan haram mengurangi hak buruh, mengubah kontrak kerja secara sepihak, atau menunda-nunda pembayaran upah. Semua ini termasuk kezaliman. Rasululloh bersabda “Ada tiga golongan yang Aku musuhi pada Hari Kiamat: seseorang yang berjanji atas nama-Ku kemudian ingkar; seseorang yang menjual orang merdeka kemudian menikmati hasilnya; seseorang yang memperkerjakan buruh dan buruh tersebut telah menyempurnakan pekerjaannya, namun ia tidak memberikan upahnya.” (HR al-Bukhari).
Jika cara pandang islam yang digunakan, maka tidak hanya buruh yang menikmati kehidupan sejahtera tetapi para pengusaha pun akan nyaman dalam mengelola perusahaannya. Para pengusaha tidak perlu lagi mengalokasikan anggaran yang besar untuk membayar asuransi kesehatan setiap para pekerjanya. Pada saat yang sama tidak dibutuhkan lagi anggaran jasa keamanan untuk menjaga keberlangsungan produksi dan keamanan asetnya. Semuanya sudah disediakan secara cuma-cuma oleh negara. Negara difungsikan dalam Islam sebagai Pelayan dan Penjaga Masyarakat, setiap individu warga negaranya, tanpa membedakan ras, warna kulit dan agama, baik buruh maupun pengusaha.