Keesokan harinya banyak masyarakat yang mulai menyuarakan aksi penolakan di media sosial, ramai tagar #BatalkanOmnibusLaw menduduki trending satu di twitter. Aksi penolakan masyarakat tidak hanya berhenti sampai di situ saja, besoknya ribuan mahasiswa dan buruh mulai melakukan aksi unjuk rasa di beberapa pabrik dan kantor DPRD setempat.
Demo berlangsung seperti biasanya, demonstran berorasi menyampaikan aspirasinya. Namun, lambat laun suasana memanas karena tuntutan mahasiswa tidak tercapai. Ribuan aparat gabungan pun dikerahkan guna mengamankan aksi unjuk rasa yang sedang berlangsung. Meskipun aspirasi yang di utarakan belum mendapatkan tanggapan dari DPRD terkait demonstran tak gentar dan tetap melaksanakan aksinya bahkan berlangsung selam beberapa hari. Kerumunan masa yang banyak berpotensi menyulut emosi dan berperilaku tidak normal dan persepsi demontrasi mesti rusuh menjadi penyulutnya, akhirnya kontrolpun menjadi kendor.
Hampir seluruh daerah melaksanakan aksi penolakan tak terkecuali di Kota Solo. Berbeda dengan tahun sebelumnya masa melakukan demo di depan Gedung DPRD Surakarta. Namun, kali ini mahasiswa dan masyarakat yang berada di Solo Raya berkumpul di Tugu Kartasura alasannya masih sama yaitu penolakan terhadap Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
Sore itu Kamis, 08 Oktober 2020 Tugu Kartasura yang biasanya ramai kan lalu lintas kendaraan bermotor berubah menjadi lautan manusia. Mulanya aksi berjalan kondusif dan tidak ada kendala. Hanya sedikit rintik hujan yang menemani demonstran. Setidaknya mendinginkan pikiran yang panas selama menjalankan aksi.
Sesaat setelahnya nampak salah satu peserta aksi naik ke atas baliho yang ada di pinggir jalan, ia membawa banner yang bertuliskan “Legislator Berkepala Babi” nampaknya ia akan memasangkan banner tersebut ke baliho yang di depannya. Tiba-tiba ada salah satu anggota kepolisian yang melarang dan menarik banner tersebut, benar saja kericuhan tak dapat terbendung hingga polisi menembakkan gas air mata. Untungnya tidak ada korban jiwa saat terjadi kerusuhan, sesaat setelahnya polisi membubarkan aksi dan masa kembali ke kediaman masing-masing.
Lain tempat lain cerita, ramai beredar di media sosial bahwa aksi yang terjadi sampai menimbulkan kerusuhan dan baku hantam dengan aparat kepolisian. Nampaknya memang ada provokator yang berada di tengah-tengah mahasiswa. Memang ada orang yang membuat kerusuhan di barisan mahasiswa, akan tetapi dia bukan mahasiswa. Bahkan beberapa penyusup juga menyamar dengan memakai almamater identitas universitas.