Menakar Kepentingan Buruh melalui Partai Buruh
Tentu saja, kalau ditanya bisakah kaum buruh bersatu dan kembali membentuk partai sendiri untuk menjawab kondisi yang dirasakannya saat ini atas sikap mosi tidak percaya terhadap Undang-Undang Omnibus Law? Jawabannya bisa dan tidak ada larangan sama sekali. Tentu saja, sepanjang syarat dan ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang dan peratuaran yang berlaku terpenuhi. Menurut Undang-Undang, baik partai politik maupun Undang-Undang tentang Pemilu berikut dengan Peraturan KPU tentang persyaratan kepesertaan dalam pemilu, Partai Buruh sah-sah saja muncul kembali dan ikut serta dalam kontestasi Pemilu mendatang. Asalkan, sekali lagi mereka yang tergabung dalam sebuah partai buruh harus siap bekerja keras untuk menyiapkan segala persyaratan, baik secara administratif maupun secara teknis, dengan membentuk kepengurusan hingga tingkat bawah. Hal ini penting untuk dikemukakan mengingat pengalaman pada tahun 2014 menunjukkan bahwa Partai Buruh masih terdaftar sebagai salahsatu Partai di Indonesia, akan tetapi gagal menjadi peserta pemilu karena tidak bisa memenuhi persyaratan administratif saat itu.
Kalau kemudian semua persyaratan dan tahapan dapat dilalui dan Partai Buruh termasuk dalam kepesertaan Pemilu mendatang serta lolos parlement threshold, tentu saja kaum buruh akan memiliki orang-orang terpilih yang akan menjadi wakil di parlemen serta akan menjadi kepanjangan aspirasi politik, baik secara golongan maupun masyarakat lebih luas. Bukan kapasitas saya untuk menjelaskan apakah nantinya kepentingan kaum buruh dapat terwakili oleh Partai Buruh atau tidak. Yang pasti, sejarah mencatat bahwa kaum buruh pun pernah mengirim wakilnya di kalangan eksekutif. Sebagaimana diketahui, Menteri Tenaga Kerja Indonesia yang pertama, yakni S.K. Trimurti, berasal dari kaum buruh.(*)
Oleh: Dian Hadiana
(Komisioner KPU Kabupaten Purwakarta)