Oleh: Moh. Ali Ma’sum
Mahasiswa Fakultas Geografi UMS
Kampung Naga merupakan suatu perkampungan yang dihuni oleh sekelompok masyarakat yang sangat kuat memegang adat istiadat peninggalan leluhurnya .Secara administrstif, Kampung Naga berada di wilayah Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Lokasi Kampung Naga tidak jauh dari jalan raya yng menghubungkan kota Garut dengan Kota Tasikmalaya, yang berada di lembah yang subur.
Kawasan Kampung Naga merupakan kawasan yang di lewati oleh sesar yang menanjang dari barat samapai ke tmur kabupaten Tasikmalaya. Bapeda Kabupaten Tasikmalaya, menyebutkan bahwa kawasan Kampung Naga masuk dalam zona gerakan tanah tinggi. Dampak dari gerakan tanah yang bersinergi dengan perubahan iklim, berpotensi menghasilkan bencana longsor. Selain itu bencana longsor juga dapat disebabkan oleh kombinasi antara faktor antropogenik dan alam (Naryanto, 2011). Dalam hal ini, faktor antropogenik adalah aktivitas manusia dalam penggunaan lahan dan faktor alam adalah iklim (Nursa’ban dkk., 2010).
Kampung Naga juga terletak di lembah sungai Ciwulan, Posisi lahan di bagian barat Kampung Naga lebih tinggi dibandingkan dengan di bagian timur, dalam hal ini bagian timur berbatasan langsung dengan sungai Ciwulan. Masyarakat Sunda menyebut posisi kawasan seperti itu dengan istilah taneuh bahe ngetan yaitu kondisi lahan dengankontur miring ke arah timur (Hermawan, 2014). Akibatnya bagian timur kampung rawan terkena banjir dari sungai Ciwulan. Dengan demikian berdasarkan kondisi geomorphologi, bahaya akibat perubahan iklim yang berpotensi menjadi bencana di Kampung Naga adalah longsor dan banjir.
Kemampuan masyarakat Kampung Naga memitigasi bencana dipengaruhi oleh adat istiadat yang secara kuat dipegang teguh dalam menjalankan kehidupan. Prospek mitigasi bencana yang melembaga secara tradisi dipengaruhi oleh dinamika masyarakat. Pada masyarakat tradisional, dinamika masyarakat terproteksi oleh adat istiadat, dalam hal ini tradisi merupakan tali pengikat yang kuat dalam membangun tata tertib masyarakat (Ningrum, 2012).
Pelestarian adat istiadat dan kearifan tradisional yang mampu memitigasi bencana dilakukan masyarakat melalui proses belajar tentang nilai-nilai hidup selaras dengan alam, dari sejak dini dalam lingkungan keluarga melalui keteladan orang tua, pembiasaan, dan ajakan. Di Kampung Naga masyarakat patuh melaksanakan aturan adat, sehingga dinamika masyarakat terkontrol oleh adat (Ningrum, 2012).