Seri Belajar Filsafat Pancasila 18

0 Komentar

Memaknai Sila Pertama
KETUHANAN YANG MAHA ES
Masih Seputar Simbol Agama di Ruang Publik
(Bagian Kesebelas)

Oleh: Kang Marbawi

Salam sejahtera untuk saudaraku sebangsa setanah air.
Tanggal 28 Oktober 2020, kita memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-92. Memaknai “Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa, Indonesia”. Indonesia adalah kita. Sumpah Pemuda meleburkan perbedaan-perbedaan keragaman agama, paham, suku, bahasa, budaya dan simbol-simbol lain yang melekat.
Kongres Pemuda 1928 dihadiri perwakilan berbagai pemuda dari berbagai daerah di Indonesia tersebut, termasuk pemuda Tionghoa. Sebut saja di antaranya RCI Sendoek perwakilan Jong Celebes, Johanes Leimena dari Jong Ambon, Mohammad Rochani Su’ud dari Pemoeda Kaoem Betawi. Dari Jong Sumatranen Bond ada empat pemuda Tionghoasalah, satunya Kwee Thiam Hong. Tempat diselenggarakan kongres tersebut milik pengusaha Tionghoa, Sie Kong Liong. P
Peristiwa yang terjadi 92 tahun yang lalu itu, disebut sebagai penanda proklamasi pertama kebangsaan dan keindonesian. Meleburnya simbol suku atau agama dalam Sumpah Pemuda, terasa memiliki relevansi dengan tulisan minggu lalu, yakni simbol agama di ruang publik.
Kali ini, kita masih mendiskusikan simbol agama di ruang publik, khususnya di cluster pendidikan atau sekolah. Sekolah adalah ruang publik yang memiliki aturan yang berbeda dengan ruang publik lainnya. Sekolah terikat oleh Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Tujuan dari Sisdiknas adalah melahirkan manusia Indonesia yang bertaqwa, berakhlak, cerdas, kreatif, dan mampu menjawab tantangan dan kolaborasi dalam percaturan global. Karena itu, pendidikan dipandang sebagai bagian rekayasa sosial oleh negara untuk melahirkan generasi yang cerdas, sekaligus cara menanamkan ideologi negara.
Lalu apa hubungannya dengan simbol agama di sekolah?
Seperti kita ketahui, sekolah di Indonesia, terbagi atas sekolah yang dikelola oleh negara atau sekolah negeri dan sekolah yang dikelola oleh masyarakat atau sekolah swasta. Secara khusus, sekolah swasta umumnya bercorak keagamaan karena pendiri/pengelola umumnya berlatar organisasi keagamaan. Pada sekolah jenis ini, terdapat kewajiban mengikuti kurikulum pemerintah, pihak pengelola memasukkan muatan kurikulum keagamaan dan ideologi agama sesuai niat didirikannya sekolah itu.

0 Komentar