Keteladanan merupakan kunci utama dari Maulid Nabi Muhammad dan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Saat ini telah terjadinya krisis keteladanan pemimpin, orangtua, guru, dan peserta didik, serta adanya degradasi moral peserta didik sehingga PPK yang diprogramkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia memiliki relevansi dengan Maulid Nabi yakni keteladanan Nabi Muhammad, serta termasuk ke dalam 5 nilai utama karakter prioritas PPK diantaranya nilai religius, nasionalis, integritas, gotongroyong, dan mandiri.
Praktik Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) semakin merajalela sudah menjadi budaya yang kotor dan tidak mendidik dan bertentangan dengan hukum, kebijakannya menguntungkan kelompok tertentu atau tidak pro rakyat, kompetisi politik menghalalkan segala cara, bersikap arogansi maupun tidak aspiratif terhadap masyarakat merupakan fakta realita saat ini dilakukan oleh oknum pemimpin atau pejabat negara sehingga mengakibatkan krisis keteladanan dalam praktik kenegaraan.
Pejabat atau pemimpin seyogyanya dapat memberikan keteladanan yang baik terhadap masyarakatnya dengan cara bersikap jujur, anti KKN, kebijakan yang mementingkan khalayak umum, kompetisi politik secara fair, tidak arogansi, aspiratif terhadap masyarakat, melaksanakan janji politiknya yang menguntungkan masyarakat, serta mengemban amanahnya secara integritas, dedikasi loyalitas, dan profesional.
Orangtua sebagai guru pertama dalam mendidik generasi bangsa untuk mencetak anak yang berguna bagi agama, masyarakat, maupun bangsa dan negaranya. Namun, masih adanya permasalahan diantaranya masih kurangnya pengawasan orangtua terhadap anaknya yang berdampak terhadap kenakalan remaja, pengawasan orangtua yang berlebihan sehingga anak menjadi merasa terkekang potensi maupun cita-cita masa depan anak terhalang oleh intervensi dari orangtuanya, serta kurangnya keteladanan orangtua yakni masih menonjolkan sikap egoisme, tidak demokratis, dan insecure.
Peran orangtua dalam Penguatan Pendidikan Karakter melalui Maulid Nabi dapat diimplementasikan dengan cara memberikan keteladanan terhadap anaknya untuk rajin beribadah maupun belajar, melalukan pengawasannya secara demokratis, tidak mengekang anaknya, aspiratif dan mendukung terhadap potensi maupun cita-cita anaknya, bersikap toleransi, serta tidak bersikap egois maupun insecure sehingga terciptanya keluarga yang harmonis.
Guru merupakan sosok digugu dan ditiru maupun semboyan yang dikenal dengan ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karsa, tut wuri handayani dapat diartikan guru sebagai teladan oleh peserta didiknya, namun masih ditemukannya oknum guru yang belum menunjukan sikap keteladanannya diantaranya guru hanya mengajar tanpa mendidik, tutur kata yang tidak sopan, berpenampilan tidak sewajarnya, cenderung pilih kasih terhadap peserta didiknya, metode mengajar yang konservatif, tidak disiplin, serta melanggar peraturan yang berlaku.