Program Bedah Kampung Akankah Rampungkan Kemiskinan secara Sistemik?

Program Bedah Kampung Akankah Rampungkan Kemiskinan secara Sistemik?
0 Komentar

Oleh : Uqie Nai

Ibu Rumah Tangga dan Aktivis Menulis BFW  212

Tersebutlah kisah sebuah kampung bernama Cileutik. Lokasi kampung tersebut berada di RT 05 RW 10 Desa Pananjung Kecamatan Cangkuang, Kabupaten Bandung yang dikabarkan berganti wujud menjadi kampung wisata yang asri dan menyejukkan.  Sebelumnya, kampung ini merupakan kampung kumuh dan kotor. Siapa pun yang sudah mengunjunginya pasti akan malas mengunjunginya lagi. Itu dulu sebelum tahun 2017.
Dikutip dari laman ayobandung.com, Rabu (25/11/2020), dari 40 kepala keluarga yang menghuninya hanya ada satu tempat mandi, cuci, dan kakus (MCK). “Satu-satunya MCK itu pun tidak layak pakai. Dindingnya terbuat dari karung yang ditempel-tempel,” kenang Ibu Iis Sutiarsih, Kepala Desa Pananjung, ketika dihubungi di kantornya, Rabu, 25/11/2020.
Menurut Kades yang menjabat untuk kedua kalinya itu, Kampung Cileutik adalah kampung yang paling kumuh di antara 5 (RW) kampung kumuh di wilayahnya. Kampung ini masuk dalam proyek yang digagas Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Disperkimtan) Kabupaten Bandung berbarengan dengan bedah kampung di tempat lainnya, seperti Kampung Wangun Desa Pasirmulya, Banjaran; Kampung Cilodong, Paseh, Kampung Cibuluh, Pangalengan.
Tak terbayangkan betapa bahagianya warga yang menghuni Kampung Cileutik setelah disulap menjadi kampung bersih bahkan banyak dikunjungi wisatawan lokal. Jika boleh berandai-andai tentu warga masyarakat di lokasi tersebut berharap kampungnya berubah sejak dulu, namun apa daya, keterbatasan dana serta beban hidup yang menghimpit menutup keinginan untuk merubah kampung dan suasananya.
Kampung Cileutik dan beberapa desa di Kabupaten Bandung yang mendapat kesempatan program bedah kampung patut berbangga dan berbahagia. Namun, bagaimana nasib kampung lain yang tersebar di pelosok negeri nusantara? Bukankah mereka juga bagian dari negara ini, punya hak yang sama mendapat pelayanan dan perhatian?
Regulasi dan Kebijakan Parsial ala Demokrasi
Sejak diberlakukannya otonomi daerah dimana kepala daerah memiliki wewenang untuk mengelola dan membangun wilayahnya secara mandiri maka secara tidak langsung pemerintah pusat berlepas diri dari keadaan rakyatnya di daerah. Pada akhirnya ada daerah mampu mengelola anggaran daerah (APBD) yang ada bisa membangun dan memajukan warganya namun tidak sedikit karena satu dan lain hal seperti minimnya anggaran daerah atau sumber daya alam kurang memadai membuat suatu daerah menjadi tertinggal. Miris bukan?

0 Komentar