Bagi mereka yang kontra, beberapa alasan yang diungkapkan mereka. Pertama, reklamasi mengganggu kehidupan 18 ribu nelayan. Kedua, merusak ekosistem alam seperti terumbu karang, bentos, dan hutan mangrove. Ketiga, dapat memperparah banjir karena akan] memperpanjang muara aliran sungai. Keempat, penggunaan tanah hasil pengerukan sungai membahayakan karena sudah tercemar berat. Kelima, menyebabkan polusi bau di pesisir.
Sikap pro kontra proyek reklamasi ini semakin memanas. Klaim manfaat dan keuntungan proyek reklamasi hanyalah kamuflase di balik kepentingan besar. Proyek reklamasi harus berjalan lantaran politik oligarki sedang menunjukkan taringnya. Meski terhalang aturan pemerintah Provinsi DKI, nyatanya, proyek itu harus terus melenggang demi kepuasan kaum kapital. Sudah jamak diketahui, proyek-proyek strategis negara sudah banyak yang for sale. Laris menjadi bancakan proyek bagi kepentingan kapitalis. Alhasil, keputusan melanjutkan reklamasi adalah perkara mudah bagi pemangku kepentingan.
Fakta yang kita ketahui, kebijakan Gubernur DKI melarang reklamasi dibuat berdasar kajian ahli dan mengakomodir aspirasi rakyat, namun dibatalkan oleh lembaga yudikatif. Pembagian kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif dalam demokrasi yang diklaim untuk menghindari otoriter justru salah satu cara memastikan tercapainya kepentingan korporasi. Hal ini menegaskan, dalam demokrasi suara terbanyak hanya dipakai bila sejalan kepentingan korporasi. Kontrak sudah diteken, kerja sama telanjur dibangun, ditambah kekuasaan oligarki yang mencengkeram, apa yang tidak bisa diresmikan? Membuka kembali proyek reklamasi sama halnya menggadaikan sebagian daulat negeri ke tangan swasta. Siapa yang berani menjamin setelah proyek itu goal, rakyat yang pertama kali merasakan untungnya? Tak ada jaminan. Sebab, cara bernegara ala kapitalis hanya mementingkan korporasi. From business to business.
Kita ketahui, islam adalah agama yang sempurna. Islam pun mengatur adanya tata cara reklamasi ini. Mengutip artikel Ustaz Yahya Abdurrahman yang bertajuk Pandangan Islam tentang Reklamasi menjelaskan bahwa objek reklamasi adalah kawasan berair. Sebagian besar reklamasi yang dilakukan adalah terhadap kawasan rawa-rawa, danau, kawasan pesisir dan laut. Dalam pandangan Islam, danau, kawasan pesisir, dan laut merupakan harta milik umum seluruh rakyat secara berserikat. Harta milik umum itu dalam ketentuan syariah tidak boleh dikuasai atau dikuasakan kepada individu, kelompok individu maupun korporasi.