Oleh: Sa’diyah
Pendidik dan Ibu Rumah Tangga
“Bacalah, dengan (menyebut) nama Rabbmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah Yang Mahamulia. Yang mengajar (manusia) dengan pena, Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-Alaq: 1-5)
Ayat inilah yang pertama kali diperdengarkan kepada Rasulullah Muhammad saw. Sekaligus sebagai wahyu pertama yang diturunkan Allah Swt. kepada beliau. Dari ayat ini pula, peradaban Islam menyebar ke seluruh penjuru dunia. Lalu apa yang menjadi keistimewaan ayat ini, hingga mampu memberikan dampak substansial bagi peradaban dunia?
Membaca (iqra`) adalah proses awal pembelajaran dan pintu ilmu pengetahuan. Dengan banyak membaca setiap manusia dapat menjadikan wawasan keilmuannya meluas, mendalam dan bijaksana. Sebaliknya, sedikit membaca akan membuat sempit wawasan keilmuan. Sayangnya, saat ini minat membaca pada masyarakat mulai berkurang.
Sebagaimana dilansir media LRFMNEWS (19/12/2020), Akademisi ilmu perpustakaan dan informasi dari Universitas Padjajaran Bandung, Asep Saeful Rohman menyebutkan, jika pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini berdampak terhadap minat membaca masyarakat. Asep menuturkan bahwa tingkat literasi masyarakat berkurang karena ditutupnya sejumlah fasilitas membaca seperti perpustakaan. Selain itu, ada faktor lain yang memengaruhi kebiasaan membaca masyarakat, di antaranya:
Pertama, ketersediaan bahan bacaan yang memadai. Kedua, bahan bacaan dan sumber informasi yang bervariasi. Ketiga, mudah ditemukannya bahan bacaan, dan terpenuhinya keinginan serta kebutuhan pembaca.
Perkembangan teknologi yang semakin canggih tampaknya tidak mengimbangi minat baca masyarakat. Perkembangan informasi dan komunikasi yang memberikan kemudahan dalam mengakses berbagai informasi, nyatanya tidak mampu meningkatkan minat baca. Masyarakat, mulai dari anak-anak hingga orang tua lebih tertarik dengan aplikasi-aplikasi yang menyuguhkan hiburan dan kesenangan belaka. Meski sebagian besar masyarakat telah memiliki gadget, namun tak bisa memanfaatkannya dengan baik dan bijak.
Disadari atau tidak, saat ini gaya hidup masyarakat sangatlah liberal. Kebebasan berpendapat dan berekspresi telah menjerumuskan mereka pada kehidupan yang rusak. Mereka menjadikan materi sebagai standar kebahagiaan. Sehingga berbagai cara pun dilakukan demi meraih kesenangan. Tak peduli apakah halal atau haram. Inilah buah dari diterapkannya sistem kapitalis sekuler. Sistem yang mengantarkan negeri ini pada kemerosotan berbagai aspek kehidupan, termasuk ilmu pengetahuan.