Pluralisme agama adalah paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah benar. Setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar, sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme agama juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan hidup berdampingan di surga.
Karena itulah MUI menegaskan bahwa pluralisme agama hukumnya haram, karena bertentangan dengan ajaran agama Islam (Lihat: Fatwa MUI nomor 7/Munas VII/MUI/11/2005).
Pluralisme agama telah lama dipropagandakan di Tanah Air. Ahmad Wahib dianggap sebagai salah satu tokoh generasi awal pengusung pluralisme agama di Indonesia, melalui catatan hariannya yang telah dibukukan dengan judul Pergolakan Pemikiran Islam pada tahun 1981.
Sejak itu, propaganda pluralisme agama tak pernah berhenti hingga kini. Umumnya propaganda pluralisme agama ini dilakukan oleh kaum liberal. Sumanto al-Qurtuby adalah salah satunya.
Untuk meyakinkan kaum Muslim bahwa Islam mengakui pluralisme, kalangan liberal tidak segan-segan untuk memanipulasi makna ayat-ayat al-Quran. Salah satunya firman Allah SWT berikut:
Sungguh orang-orang Mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang benar-benar mengimani Allah dan Hari Akhir serta beramal salih, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran kepada mereka. Tidak pula mereka bersedih hati (TQS al-Baqarah [2]: 62).
Ayat al-Quran ini biasa mereka jadikan dalil atas keabsahan pluralisme agama. Pemahaman seperti itu tentu salah karena mengabaikan ayat-ayat lain yang menjelaskan kekafiran golongan Yahudi dan Nasrani serta kaum musyrik. (Lihat
(QS al-Bayyinah [98]: 6).
Dalam pandangan Islam, kaum Yahudi dan Nasrani saat ini adalah kafir (Lihat: QS al-Maidah [5]: 73; QS at-Taubah [9]: 30).
Paham pluralisme agama jelas batil dan wajib ditolak. Alasannya adalah karena secara normatif pluralisme agama bertentangan secara total dengan Aqidah Islam yang menyatakan hanya Islam yang benar (QS Ali-Imran [3]: 19).Jadi, paham pluralisme agama ini tidak memiliki akar sosio historis yang genuine (asli) dalam sejarah dan tradisi Islam. Paham ini justru diimpor dari setting sosio historis kaum Kristen di Eropa dan AS.
Kemudian dalam pelaksanaannya, Gereja tidak konsisten. Andaikata hasil Konsili Vatikan II diamalkan secara konsisten, tentu Gereja harus menganggap agama Islam juga benar. Faktanya, Gereja tidak konsisten. Gereja terus saja melakukan kristenisasi terhadap umat Islam. Kalau agama Islam benar, mengapa kristenisasi terus saja berlangsung?