Oleh : War Yati
(Warga Sumedang)
Sah! Hukuman kebiri bakal diberlakukan di Indonesia. Tepatnya pada tanggal 7 Desember 2020 Presiden Jokowi telah resmi menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) tentang hukuman kebiri bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
PP tersebut memuat tata cara pelaksanaan tindakan kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, rehabilitasi, dan pengumuman identitas pelaku kekerasan terhadap anak. PP ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak, juga efektif untuk hentikan predator seksual menyasar mangsa.
Seorang pria berasal dari Mojokerto yang masih berusia muda yaitu 20 tahun, menjadi yang pertama dijatuhi hukuman kebiri kimia di Indonesia. Karena telah memerkosa sembilan anak. Namun, hukuman ini terancam tidak bisa dilaksanakan karena terbentur sejumlah aturan dan bertentangan dengan kode etik kedokteran.
Kebiri kimia adalah pemberian obat atau suntikan pada pelaku sehingga bisa memutus dan menghilangkan hasrat seksual yang dimiliki. Juga menjadikan seseorang yang telah dijatuhi hukuman kebiri tidak bisa melakukan tindakan seksual.
Melihat begitu banyaknya korban tindak kejahatan kekerasan seksual terhadap anak, tentunya mengiris hati terlebih bagi seorang ibu. Anak yang telah susah payah dibesarkan dirusak oleh predator anak dan mengancam masa depan mereka. Dengan adanya hukuman yang keras terhadap pelaku, sedikit membuat hati terobati dan berharap kekerasan seksual terhadap anak menjadi terhenti.
Namun, kitapun tak bisa menegasikan alasan di balik maraknya aksi kekerasan terhadap anak. Faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan seksual perlu mendapat perhatian dan penyelesaian secara komperhensif agar akar permasalahan dapat teratasi dengan benar. Sehingga aturan dibuat tidak hanya sebatas memberikan sanksi berat bagi pelaku, namun juga dapat menuntaskan masalah penyebab terjadinya kekerasan seksual terjadi pada anak.
Aksi predator seksual sendiri dipicu banyak faktor. Pemikiran sekularisme liberalisme menjadi alasan utama terjadinya kekerasan seksual pada anak. Paham kebebasan yang dianut sistem hidup saat ini melahirkan gaya hidup serba boleh dan serba terbuka. Aurat diumbar, antara laki-laki dan perempuan bercampur baur, ditambah tontonan yang mengarah pornoaksi maupun pornografi berseliweran di televisi. Juga pengaruh media sosial yang dapat diakses tanpa ada batasan hingga konten porno mudah menyebar dan menjadi tontonan semua usia.