Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institusi Literasi dan Peradaban
Dilansir dari merdeka.com, 4 Januari 2021, Kepala Badan POM Penny K Lukito mengingatkan vaksin Covid-19 Sinovac yang sudah didistribusikan ke sejumlah daerah belum boleh disuntikkan. Sebab, masih belum mengantongi izin penggunaan darurat atau EUA.
“EUA masih berproses, tapi vaksin sudah diberikan izin khusus untuk didistribusikan karena membutuhkan waktu untuk sampai ke seluruh daerah target di Indonesia,” kata Penny kepada wartawan di Jakarta.
Berikutnya beredar berita bahwa vaksin yang telah datang di beberapa wilayah di Indonesia dikhususkan untuk tenaga kesehatan( Nakes). Itupun hanya nama yang khusus mendapatkan pesan melalui SMS. Bagaimana dengan rakyat biasa? Dan mengapa bukan para pejabat terlebih dahulu sebagai teladan dan publik figur umat?
Kegaduhan tak dapat dielakkan, disisi lain kehalalan vaksin masih dipertanyakan karena pada kemasan tertulis untuk uji coba di sisi lain sudah ada nama-nama yang “terpaksa” menerima vaksin karena namanya terdaftar sebagai penerima.
Pemerintah pun melegalisasikan ( baca: memaksa) vaksin ini melalui UU, seorang warga Jakarta bernama Happy Hayati Helmi berencana mengajukan permohonan uji materi Pasal 30 Peraturan Daerah DKI Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Penanggulangan Covid-19 ke Mahkamah Agung (MA). Ia mempermasalahkan soal vaksin Covid-19 dalam aturan itu, tertulis setiap orang yang dengan sengaja menolak untuk dilakukan pengobatan dan/atau vaksinasi Covid-19, dipidana dengan pidana denda paling banyak sebesar Rp5.000.000.
Kuasa hukum Happy, Viktor Santoso Tandiasa menyebut kliennya itu menggugat pasal tersebut karena bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Terlebih lagi jika menolak vaksin akan dikenakan denda.
“Hal ini tentunya bertentangan dengan Pasal 5 ayat (3) UU 36/2009 yang memberikan hak kepada setiap orang secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya,” ujar Viktor dalam keterangan tertulis, Jumat (Suara Jakarta.co.id, 18/12/2020).
Bagaimana bisa sekelas negara masih terkesan main-main dengan urusan kesehatan rakyatnya? Apalagi ini menyangkut nyawa manusia. Mereka yang sudah terpapar Covid tak terhitung, data yang disampaikan gugus Covid-19 bisa jadi tidak valid, fenomena gunung es masih bisa saja terjadi. Dari rakyat biasa hingga pemimpin, dari anak-anak hingga dewasa, dari pengangguran hingga nakes dan tenaga pendidikan.