Analisis ini menjadikan agama sebagai salah satu faktor penyebab ketimpangan relasi kuasa. Padahal jelas bahwa saat ini agama telah dipinggirkan sedemikian rupa sehingga tak digunakan dalam kehidupan kecuali sekedar ritual.
Belum ada aturan yang menjamin perlidungan dan pemenuhan hak buruh perempuan menjadi kontradiktif dengan situasi makin banyaknya perempuan yang terlibat dalam posisi penentu kebijakan atau penetapan hukum. Sejauh ini, setelah 20 tahun lebih reformasi dan pembukaan peluang perempuan menjadi legislatif atau eksekutif, ternyata tidak membawa perubahan besar terhadap kebijakan yang berpihak pada perempuan.
Menuntut aturan kesetaraan upah dan perlakuan adil berdasarkan kesetaraan gender sebagai usaha untuk menghapuskan kekerasan para buruh perempuan ini bukanlah solusi. Hal ini hanya akan menambah panjang derita buruh perempuan. Sebab tuntutan ini hanya mengukuhkan eksploitasi dan memperkuat penjajahan atas fitrah sebagai perempuan. Menyelesaikan masalah buruh perempuah membutuhkan solusi yang bersifat sistemis dan tuntas, serta tidak menyisakan turunan masalah lainnya.
Dalam kasus buruh perempuan tampak jelas bahwa negara tidak hanya abai dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya, tapi juga gagal melindungi kaum perempuan.Masuknya perempuan ke dunia kerja berawal dari problem ekonomi serta tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup. Permasalahan ini tak akan tuntas sekedar dengan penyetaraan upah atau peraturan perburuhan saja. Namun dibutuhkan sistem yang mengatur manusia secara keseluruhan. Hal ini menuntut negara hadir untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan pokok harian rakyatnya baik laki-laki maupun perempuan .
Islam memiliki mekanisme yang khas dalam menyelesaikan problem ekonomi termasuk memastikan pemenuhan kebutuhan pokok individu per individu rakyat. Islam menetapkan   kewajiban mencari nafkah merupakan tanggungjawab kaum laki-laki. Untuk itu negara wajib membuka lapangan kerja seluas-luasnya bagi laki-laki. Negara juga memberikan fasilitas, agar kaum laki-laki dapat mengerahkan tenaga untuk bekerja dan menghasilkan sesuatu yang bisa memenuhi kebutuhan tanggungannya.
Adapun kaum perempuan adalah tanggungan walinya. Segenap kebutuhan hidup perempuan merupakan kewajiban wali untuk menyediakannya. Bekerja bagi seorang perempuan bukanlah kewajiban. Jika penanggungjawab perempuan tidak ada/meninggal maka perwaliannya berpindah kepada urutan berikutnya sehingga kebutuhannya tetap terpenuhi. Jikapun seluruh laki-laki yang berstatus walinya tidak ada atau tidak mampu maka negara akan bertanggungjawab memenuhi kebutuhannya. Ini sangat berbeda dengan kondisi perempuan dalam sistem sekuler di mana perempuan dipaksa untuk bekerja bahkan diserahi tanggungjawab menyelamatkan ekonomi keluarga.