SUBANG-Jaksa penuntut Umum (JPU) menuntut 3 tahun penjara kepada terdakwa pemalsuan ijazah untuk menjadi nakhoda.
Terdakwa Sakban bin Ridwan (58) mengikuti persidangan yang digelar secara virtual tersebut masuk dalam pembacaan tuntutan.
Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negri Subang Lucky Maulana AR, SH, MH mengatakan, JPU kejaksaan Negeri Subang menuntut terdakwa Sakban bin Ridwan warga Simpang Dingin Desa Gunung Lengkuas Kecamatan Bintan Kepulauan Riau, yang berprofesi seorang pelaut dengan tuntutan 3 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurangan penjara. JPU dalam dakwaannya menyampaikan, pada tahun 2015 terdakwa melamar pekerjaan ke PT ASL marine dengan menggunakan sertifikat nautika tingkat V dan diterima dengan jabatan sebagai Nahkoda di kapal TB ASL Abadi 3.
Terdakwa berkeinginan untuk tetap menjadi nahkoda, maka timbul niat terdakwa untuk mendaftar menjadi peserta Diklat Nautika tingkat IV di Balai Pendidikan Penyelenggaraan dan Peningkatan Ilmu Pelayaran (BP3IP) melalui jasa seseorang.
“Terdakwa mengumpulkan persyaratan berupa ijazah MPT serta endorsment, surat tanda tamat pendidikan MPT, KTP, basic safety training, pas foto, dan lainnya. Terdakwa mengunakan jasa seseorang untuk membuat ijazah palsu,” ungkapnya.
Sudah Bekerja Selama Tiga Tahun
Setelah berhasil menjadi nahkoda di PT ASL Marine pada tahun 2018, lanjutnya, terdakwa mulai bertugas dan berlayar menggunakan kapal jenis tung boat ASL Delta di project pembangunan Pelabuhan Patimban Kabupaten Subang pada tahun 2020, untuk pengerjaan di bidang towing tug (tongkang bermuatan lumpur). Kapal yang dinahkodai oleh terdakwa diperiksa oleh Satpolairud Patimban yang memeriksa kelengkapan dokumen kapal tersebut. “Ketika diperiksa Satpolirud menemukan 1 lembar sertifikat ahli nautika tingkat IV Manajemen Kementrian perhubungan Dirjen Perhubungan Laut no 620009093M40216 atas nama terdakwa yang diduga palsu. Ketika dilakukan pengecekan lebih lanjut ke Laboratories Kriminalistis Bareskrim Polri, ternyata hasilnya palsu,” katanya.
Atas temuan tersebut, Lucky melanjutkan, PT ASL Marine merasa dirugikan secara materi atas pemalsuan tersebut. Sebab, per bulannya terdakwa menerima gaji sebesar Rp14 juta sebagai nahkoda. Untuk hal tersebut, diancam dengan pasal 263 ayat (2) KUHP. “Perusahaan merasa dirugikan pasalnya membayar gaji untuk terdakwa perbulannya Rp14 juta sejak bulan November 2018, ketika terdakwa pertama kali bertugas,” ujarnya.(ygo/vry)